Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca

Tidak Semua Orang Datang dengan Kepentingan

Cangkir kopi nikmat yang terfokus, dengan latar pintu yang memancarkan cahaya terang di belakangnya — momen renungan di rumah sambil menatapi hujan gerimis di Kampung Kaliagung.
Cangkir kopi terfokus, cahaya dari balik pintu menyinari momen renungan. (SASTRANUSA)

SASTRANUSA - Aku duduk di ruang tamu, bersebelahan pintu dan jendela yang ada di rumah istriku. Di sisi ku ada cangkir kopi nikmat, mengeluarkan harum manis yang meresap ke udara. Mataku terarah ke luar, menatapi detik-detik terakhir hujan gerimis yang menyirami Kampung Kaliagung, Desa Tiremenggal, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik.

Hujan itu turun tiba-tiba, seperti kedatangan orang yang muncul secara tidak terduga di kehidupanku. Mereka datang dengan wajah ceria dan kata-kata yang lembut menyentuh hati. Aku dulu selalu berpikir, setiap kedatangan adalah anugerah yang harus disyukuri dengan tulus.

Kopi ku mulai dingin sedikit, tapi aromanya masih terasa di hidungku. Hujan gerimis mulai mereda, meninggalkan jejak basah di lantai depan rumah. Momen itu membuatku merenungkan semua kedatangan yang pernah aku alami dalam hidup.

Beberapa orang datang dengan hati yang suci, membawa kebahagiaan dan dukungan di setiap langkah. Mereka berdiri bersamaku ketika dunia terasa gelap, memberikan cahaya yang menyinari jalan. Kedatangan mereka seperti hujan musim kemarau, yang menyegarkan bumi kering dan layu.

Namun tidak semua kedatangan itu membawa kebaikan yang tulus. Ada juga yang datang hanya mencari apa yang bisa diambil dari diriku. Mereka melihatku sebagai alat yang mencapai tujuan pribadi, bukan sahabat yang layak dihargai sepenuh hati.

Hari mulai membaik, sinar matahari muncul dari balik awan yang keruh. Aku menyeduh ulang kopi ku, merasakan rasa pahit dan manis yang bergantian di lidah. Setiap tegukan kopi itu mengingatkanku, tentang, hidup penuh dengan kedatangan dan kepergian yang tidak terduga.

Kadang kita terlalu cepat membuka pintu hati, tanpa memeriksa isi tas yang dibawa orang ingin memasuki kehidupanku. Kita mempercayai terlalu mudah, sampai akhirnya menyadari mereka hanya datang dengan kepentingan yang semata. Kesedihan itu seperti hujan lebat yang membanjiri hati, membuatku bingung dan terluka bersama waktu.

Namun dari kesedihan itu, aku belajar lebih cermat memilih siapa yang akan aku terima. Aku mulai memahami, tidak semua orang yang datang bersamaku dalam suka dan duka. Beberapa hanya ingin mengambil manfaatnya saja, dan itu adalah kenyataan yang harus aku terima dengan tenang.

Burung-burung mulai berkicau di pohon yang ada depan rumah, menyanyi lagu yang merdu. Aku melihat langit yang sudah jernih, penuh dengan awan putih yang melayang-layang. Momen itu membuatku sadar, meskipun ada orang yang datang dengan kepentingan, masih banyak juga yang datang dengan hati yang tulus.

Kita tidak perlu takut membuka pintu hati lagi, tetapi kita harus belajar membaca tanda-tanda yang tersembunyi. Setiap kedatangan adalah pelajaran yang berharga, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Dan dari pelajaran itu, kita menjadi manusia yang lebih kuat, cerdas, dan penuh dengan pengertian.

Awan putih itu meremang, seakan tak mau berubah bentuk seiring waktu yang berlalu. Kopi ku sudah habis, tapi rasa renungan ini masih tetap di hati. Kedatangan hujan gerimis hari ini telah memberiku pelajaran baru tentang kehidupan dan orang-orang di sekitarku.*(S/N)

Baca Juga
Tag:
Posting Komentar