SN TOP

Sejarah Majapahit dan Walisongo Hidup di Wisata Brumbung Lamongan

Brumbung Simpan Jejak Majapahit dan Walisongo
Situasi warga saat mandi di kolam pemandian Brumbung Lamongan/SASTRANUSA/Fauzi

SASTRANUSA, LAMONGAN - Brumbung, banyak orang langsung teringat pada pemandian air hangat ketika kata itu disebutkan. Terletak di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur, kawasan ini tidak hanya menyuguhkan panorama indah, namun kesejukan yang akan membuat kamu betah berlama-lama. Ditambah lagi sumber air hangat alami dari perut bumi yang tak henti mengalir meski musim kemarau datang.

Hangatnya air Brumbung berpadu dengan pemandangan bebatuan gunung yang masih alami, menciptakan suasana menenangkan. Terlepas dari itu, tidak sedikit masyarakat percaya bahwa air di pemandian tersebut memiliki khasiat untuk membantu mengurangi keluhan kesehatan. Mulai dari gatal-gatal pada kulit, pegal-pegal akibat kelelahan, hingga rasa penat yang menumpuk dalam pikiran. Jadi tak heran, banyak warga yang menjadikan Brumbung sebagai tempat untuk menyegarkan tubuh sekaligus menenangkan hati.

Brumbung Termasuk Jejak Spiritualitas Sejak Masa Lampau

Pemandian Air Panas Brumbung Lamongan
Panorama keindahan di wisata Brumbung/SASTRANUSA/Fauzi

Sebelum dikenal sebagai destinasi wisata populer, Brumbung telah lama menjadi tempat untuk mencari ketenangan batin. Menurut data yang berhasil SASTRANUSA himpun, pada era 1960–1970-an lokasi ini sering digunakan sebagai arena meditasi. Bahkan, jejak sejarah mencatat bahwa sejak zaman Kerajaan Majapahit, Brumbung sudah memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang mencari jati diri.

Saat itu, Brumbung juga digambarkan sebagai wilayah majemuk dengan aura magis. Hanya segelintir orang yang memahami rahasia tempat ini, khususnya mereka yang memiliki pengetahuan batin mendalam. Tak mengherankan jika dalam tradisi lisan masyarakat tua beredar pesan, "Pergilah ke Bukit Brumbung, ada tempat baik di sana, tatalah hatimu di sana.”

Hubungan dengan Majapahit dan Islam

Dalam catatan sejarah, Brumbung merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang kala itu dipimpin oleh Adipati Brumbung. Namun, periode tersebut bertepatan dengan melemahnya pengaruh Majapahit akibat perebutan kekuasaan internal serta bangkitnya ajaran Islam di tanah Jawa.

Saat itu, kedatangan Islam membawa warna baru bagi Brumbung. Kawasan ini berkaitan erat dengan kiprah Sunan Drajat atau Raden Qosim (salah satu anggota Wali Songo). Sebelum beliau resmi diangkat menjadi wali, pasalnya pernah diadakan sebuah pertemuan penting di Brumbung. Para wali berkumpul, menjalani puasa, tirakat, serta ritual penyucian jiwa di tempat ini. Hal itu tentu memperlihatkan bagaimana Brumbung menjadi salah satu titik spiritual penting dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara.

Selain itu, Brumbung juga dikenal dengan kisah Dewi Sekar Sari (Tokoh perempuan yang cintanya berakhir dengan kegagalan). Mitos berkembang bahwa pasangan yang datang ke Brumbung tanpa ikatan pernikahan sah akan menghadapi akhir yang serupa, yakni hubungan kandas sebelum mencapai kata halal. Cerita ini menjadi bagian dari folklor setempat yang hingga kini masih dipercayai oleh sebagian masyarakat.

Makam Syeh Khafidzah

Salah satu peninggalan yang memperkuat nuansa religius di Brumbung adalah makam Syeh Khafidzah. Beliau dikenal sebagai sosok yang tawadhu, amanah, serta seorang penghafal Al-Qur’an. Masyarakat sekitar menaruh penghormatan tinggi, sebab Syeh Khafidzah diyakini berperan menjaga keseimbangan lingkungan sekaligus merawat warisan sejarah.

Menurut cerita turun-temurun, sebelum berkembang menjadi lokasi wisata, Brumbung pernah menjadi pusat aktivitas sosial dan keagamaan. Bahkan, tempat ini juga pernah difungsikan sebagai pasar yang ramai. Namun, seiring keruntuhan Majapahit, keramaian itu memudar hingga kawasan berubah menjadi hutan belantara.

Brumbung di Era Modern

Kebangkitan Brumbung sebagai destinasi wisata baru dimulai pada kisaran tahun 1994. Sosok penting di balik penghidupan kembali kawasan ini adalah Mbah Kyai Bakir, pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah (Tabah). Beliau dijuluki “Singa Pantura” karena keteguhan dan peran besarnya di masyarakat. Berkat jasanya, Brumbung kembali dikenal luas, tidak hanya sebagai tempat rekreasi, tetapi juga pusat spiritual.

Sementara kini, keunikan air panas Brumbung mendapat sebutan khusus dari masyarakat. Hal itu dikarenakan sumbernya tak pernah kering, meski kemarau panjang.

Air Berkhasiat, dan Lokasi Ritual

Banyak wisatawan yang percaya bahwa berendam di air hangat Brumbung mampu membantu mengatasi berbagai keluhan kesehatan. Dari gatal-gatal, stroke ringan, hingga tubuh yang terasa lemas, diyakini bisa berangsur membaik. Sensasi segar setelah mandi membuat tubuh kembali bugar, sehingga tidak mengherankan bila pemandian ini juga disebut dengan nama pemandian perjaka atau pemandian bidadari.

Namun, ada pula kepercayaan yang berkembang bahwa penyakit lepra tidak dapat disembuhkan dengan mandi di Brumbung. Justru, penyakit tersebut bisa bertambah parah. Keyakinan ini tetap dipegang sebagian masyarakat, meskipun dalam sudut pandang medis tentu memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Selain untuk wisata air, Brumbung kerap menjadi lokasi pelaksanaan ritual keagamaan, yakni istighosah. Suasananya yang tenang membuat Brumbung cocok untuk kegiatan spiritual maupun kebersamaan. Sehingha tidak jarang organisasi, komunitas, bahkan sekolah mengadakan perkemahan atau acara reuni di kawasan ini.

Brumbung Jadi Destinasi Wisata Religi dan Hiburan

Singkatnya, Brumbung telah dikenal sebagai destinasi wisata yang menggabungkan dua sisi, yaitu hiburan dan religi. Hal itu berlaku untuk era modernisasi ini.

Dari segi hiburan, pengunjung dimanjakan dengan pemandian air hangat dan panorama menawan. Dari sisi religi, keberadaan makam Syeh Khafidzah menjadikan Brumbung sebagai tempat wisata kalbu. Perpaduan ini tentu menjadikan Brumbung layak disebut sebagai salah satu wisata andalan Kabupaten Lamongan.

Jika boleh dipersingkat, penguraian di atas berbicara kawasan Brumbung yang bukan hanya sekadar lokasi rekreasi, melainkan juga ruang untuk meresapi sejarah, memahami nilai spiritual, sekaligus melepas penat. Dengan segala pesonanya, Brumbung tetap menjadi saksi perjalanan panjang warga Lamongan.*

Penulis: Fauzi