![]() |
| Secangkir kopi di warung dengan latar pepohonan dan motor, momen merenung tentang kesombongan itu candu. (SASTRANUSA) |
SASTRANUSA - Siang itu, aku duduk di Warung Sir di Desa Tebuwung, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik. Aroma kopi pekat mengepul di udara dan menghangatkan suasana sekitar. Dari jendela warung, aku melihat jalan desa yang ramai, sementara pikiranku mulai melayang.
Tiba-tiba, pandanganku tertuju pada seseorang yang mengendarai motor dengan kedua kaki di setir. Aksi itu tampak nekat, tetapi juga memunculkan rasa kagum dan cemas bersamaan. Aku meneguk kopi perlahan dan mulai merenung tentang kesombongan yang terasa seperti candu bagi sebagian orang.
Oh ya, meski kehidupan desa sederhana, kejadian kecil seperti itu cukup membuka mata tentang sifat manusia. Kesombongan sering muncul dalam bentuk yang halus, sehingga sulit dikenali. Aku membiarkan perasaan itu menenangkan diri sambil merenungi maknanya lebih dalam.
Makna Kesombongan Itu Candu
Kesombongan menjadi candu karena memberikan sensasi puas yang instan. Ketika seseorang mendapat pujian atau perhatian, rasa kemenangan muncul dengan cepat. Kecanduan ini, perlahan menuntun seseorang untuk terus mencari pengakuan dari orang lain.
Selanjutnya, kesombongan bisa tumbuh dari hal-hal sederhana seperti prestasi kecil, penampilan, atau harta. Seringkali, orang tidak menyadari bahwa dorongan untuk terlihat unggul telah mengendalikan pikirannya. Lama kelamaan, candu ini menjadi kebutuhan, bukan lagi pilihan.
Kendatipun terlihat ringan, dampak kesombongan cukup kuat memengaruhi perilaku. Rasa ingin selalu diakui dapat memicu tindakan berlebihan yang merugikan diri sendiri. Maka dari itu, memahami frasa kesombongan itu candu membantu kita mengenali pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak Negatif dari Kesombongan
Kesombongan menimbulkan jarak antara seseorang dengan orang lain. Orang yang sombong cenderung merasa lebih unggul, sehingga empati mudah pudar. Hubungan sosial bisa renggang, sementara komunikasi menjadi kurang hangat dan terbuka.
Selain itu, dampak psikologis juga muncul tanpa disadari. Ketika perhatian yang diharapkan tidak datang, rasa hampa dan frustrasi mengikuti. Pola ini membuat candu kesombongan menjerat seseorang dalam siklus emosional yang sulit dilepas.
Kalau berlangsung terus-menerus, kesombongan dapat merusak reputasi dan kepercayaan dari orang sekitar. Kebanggaan diri lebih diutamakan daripada introspeksi dan kesadaran. Akibatnya, seseorang kehilangan keseimbangan antara diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Alasan Utama Kesombongan Menjadi Candu
Kesombongan terasa seperti candu karena menghadirkan kepuasan instan. Sensasi senang muncul ketika merasa lebih hebat, lebih kaya, atau lebih diperhatikan dibanding orang lain. Perasaan itu memikat dan membuat seseorang ingin mengulanginya terus-menerus.
Meski terlihat sederhana, akar candu ini adalah kebutuhan untuk diakui. Banyak orang merasa tidak cukup jika tidak dibandingkan atau dipuji. Situasi ini perlahan membentuk kebiasaan yang sulit dihentikan.
Selanjutnya, kesombongan juga terkait ketakutan untuk terlihat biasa atau tidak berarti. Seseorang yang sombong ingin mempertahankan posisi di mata orang lain. Maka, perilaku itu bukan sekadar pamer, tetapi juga bentuk pertahanan diri yang dibungkus sensasi menyenangkan.
Refleksi di Warung Sir
Aku meneguk sisa kopi yang mulai dingin dan menatap jalan desa yang kembali tenang. Motor-motor lewat dengan biasa, tanpa aksi berlebihan, dan suasana terasa normal kembali. Momen itu mengingatkanku bahwa kesombongan terlihat manis di permukaan, tetapi meninggalkan kehampaan jika terus digenggam.
Kemudian aku menyadari, hidup akan lebih damai jika memilih rendah hati daripada mencari pengakuan. Kebahagiaan sejati muncul dari kesadaran dan ketulusan hati, bukan dari sorotan atau perhatian instan. Aku tersenyum, menutup cangkir kopi, dan membiarkan pelajaran tentang kesombongan itu candu tertanam lama dalam pikiran.*(S/N)
