Teater Kali Tempa Mental Baja di Kabud Senja ke-3 Gresik

Teater Kali Tempa Mental Baja di Kabud Senja ke-3 Gresik
Saat Pembawa Acara Kabud Senja ke-3 Berada di Panggung/SastraNusa.id/Fauzi

SastraNusa.id, Gresik - Ada getaran lain yang akan kamu rasakan saat malam mulai memeluk langit di desa Siwalan. Kamis malam itu, tanggal 22 Mei 2025, bukan sekadar penanggalan biasa bagi siapa saja yang hadir di halaman MTs Tarbiyatus Sa’adah. Mereka yang datang malam itu menjadi saksi bagaimana sebuah ruang sederhana mampu menjelma menjadi panggung kebudayaan yang hidup.

Panggung itu bernama Kabud Senja ke-3. Sebuah perayaan yang bukan hanya menampilkan tari-tari kreasi dari para pelajar, melainkan juga menyalakan bara keberanian dan daya cipta generasi muda yang selama ini terlalu sering dianggap tak siap.

Empat penampilan tari bergantian menghiasi panggung. Bukan tari sembarangan, karena setiap langkah yang dibawakan para siswa dan siswi atau dari teater Kali dan Teater Model, memadukan napas tradisi yang panjang dengan gerak modern yang lebih ekspresif. Kamu bisa melihat bagaimana kaki-kaki kecil itu bergerak di antara debur musik gamelan dan irama kontemporer. Semua menyatu dalam satu tarikan napas yang disebut semangat.

Di tengah alunan tepuk tangan dan cahaya lampu panggung yang hangat, muncul satu penampilan istimewa dari Teater Model. Sebagai bintang tamu, mereka bukan datang hanya untuk memamerkan keterampilan, melainkan membawa ruang diskusi yang lebih luas bagi para pelajar. Ajang ini menjadi jembatan antar-generasi, tempat pertukaran ide, bahkan menjadi awal dari kolaborasi-kolaborasi lintas komunitas yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Namun panggung itu bukan hanya milik para penari. Ada sesuatu yang jauh lebih penting yang terjadi di balik layar dan di sela-sela pertunjukan. Kamu mungkin tak akan langsung melihatnya, karena ia tumbuh perlahan, diam-diam, namun pasti. Gerakan tari tumbuh dalam diri para siswa yang terlibat langsung dalam proses kreatif, dalam susunan acara, dalam komunikasi antar komunitas, bahkan dalam keberanian untuk berbicara di depan publik.

Seni Bukan Sekadar Tontonan, Tapi Tempaan Mental

Jika kamu memperhatikan lebih dalam, kamu akan tahu bahwa panggung bukan hanya tentang sorotan cahaya dan kostum warna-warni. Panggung adalah tempat ujian paling nyata bagi anak muda yang selama ini diasuh dalam suasana kelas yang penuh teori. Di panggung, tidak ada ruang untuk ragu. Begitu kaki melangkah ke atas, semua mata tertuju. Dan inilah momen di mana para siswa MTs Tarbiyatus Sa’adah membuktikan bahwa mereka lebih dari sekadar pelajar biasa.

Salah satunya adalah siswi yang malam itu mendapat tugas sebagai pembawa acara. Mungkin banyak orang menganggap itu hal sepele. Namun bagi siswi itu, tugas itu adalah pertempuran batin melawan rasa takut dan minder yang selama ini bersemayam di balik seragam.

Tapi dia berhasil. Dengan suara gemetar yang kemudian menjadi mantap, dia membuka acara. Menyapa para tamu dari Gresik, Lamongan, hingga perwakilan komunitas kampus dengan senyum yang penuh percaya diri. Pada saat itulah, mentalnya ditempa. Dia bukan lagi siswi biasa. Dia telah menjejakkan kaki pada wilayah keberanian yang belum tentu dimiliki semua orang dewasa.

Teater dan Tari sebagai Jembatan Antar Komunitas

Tak banyak yang menyadari bahwa panggung Kabud Senja ke-3 adalah ruang yang sangat cair. Tidak ada tembok pemisah antara siswa, guru, seniman, dan penonton. Semua bisa duduk berdampingan, berbagi tawa, kekaguman, bahkan kritik yang membangun.

Dari sinilah benih kolaborasi tumbuh. Dari satu dialog kecil di pojok panggung, bisa lahir kerja sama antara teater sekolah dan komunitas teater kampus. Dari satu salam perkenalan dengan budayawan Lamongan, bisa tercipta gagasan lokakarya lintas wilayah.

MTs Tarbiyatus Sa’adah yang dulu lebih dikenal sebagai institusi pendidikan formal, kini pelan-pelan menjelma menjadi pusat pertumbuhan kebudayaan yang punya daya gaung. Tidak hanya mendidik secara akademik, tapi juga memperluas ruang kreatif siswa agar tak sempit oleh batasan kurikulum. Dan inilah wajah pendidikan yang sebenarnya. Bukan sekadar menghafal, tapi juga mengasah daya cipta, melatih komunikasi, memperkuat karakter, dan memupuk empati.

Harapan yang Menyala dari Desa Siwalan

Malam itu, semua yang hadir pulang dengan rasa yang tidak sama seperti ketika datang. Mungkin mereka tidak langsung bisa menyebutkan dengan pasti apa yang berubah. Tapi kamu akan tahu jika kamu sempat diam sejenak dan mendengar desah napas mereka yang baru saja menyaksikan pementasan. Ada rasa kagum. Ada rasa terinspirasi. Bahkan ada yang merasa tertantang untuk menciptakan karya sendiri.

Inilah tujuan terbesar dari Kabud Senja. Bukan sekadar menjadi perayaan tahunan, tapi menjadi ruang pengasahan. Menjadi tempat yang memperkenalkan siswa pada dunia seni yang lebih luas. Mengajak mereka keluar dari ruang kelas, keluar dari zona nyaman, untuk merasakan betapa indahnya menciptakan sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang.

Dari sini juga tumbuh harapan agar acara seperti ini tidak berhenti pada satu malam saja. Tapi menjadi tradisi. Menjadi kultur baru yang memadukan pendidikan dan seni dalam satu napas. Supaya generasi muda yang lahir dari desa tidak lagi merasa asing dengan dunia kreativitas. Supaya mereka tumbuh sebagai generasi yang cerdas, peka terhadap lingkungan, dan punya karakter yang tidak gampang patah.

Panggung Kecil yang Menyimpan Energi Besar

Kamu mungkin melihat panggung Kabud Senja sebagai panggung kecil. Namun jika kamu tahu bagaimana prosesnya dirancang, kamu akan mengerti bahwa energi yang terkandung di dalamnya jauh lebih besar dari yang bisa kamu bayangkan. Setiap gerak tari yang kamu lihat adalah hasil dari latihan berhari-hari. Setiap pertunjukan adalah buah dari kerja tim yang saling percaya. Dan setiap keberanian yang tumbuh adalah hasil dari pengalaman yang tidak bisa dibeli.

Kabud Senja ke-3 bukan hanya tentang penampilan. Ia tentang pertumbuhan. Tentang perubahan. Dan tentang semangat untuk terus berkarya meski dari ruang yang sederhana. MTs Tarbiyatus Sa’adah telah membuka mata banyak orang malam itu. Bahwa seni tidak pernah jauh dari siapa pun. Bahkan dari anak-anak desa yang diam-diam telah menyalakan cahaya yang bisa menerangi panggung lebih besar di masa depan.

Link copied to clipboard.