Menelisik Teater Sabit UTM: Juara Monolog Nasional Properti Unik

Puluhan anggota Teater Sabit UTM sedang melakukan olah tubuh dengan posisi berdiri dan kedua tangan dipertemukan di bahu pada sesi latihan tahun 2018.
Suasana latihan pada 2018 memperlihatkan momen ketika anggota Teater Sabit UTM menjalani proses olah tubuh sebagai fondasi keaktoran. (@teatersabit/instagram)

SASTRANUSA - Pada suatu perjalanan seni yang tumbuh dari kampus pesisir Madura, Teater Sabit UTM menapaki jalur panjang penuh dedikasi, hingga namanya bergema di banyak panggung nasional. Kemudian dari ruang proses yang sederhana, UKM ini menghadirkan semangat para mahasiswa yang merawat teater sebagai medium pencarian makna dan ketekunan. Lalu dari situ, geliat mereka bergerak melampaui dinding kampus menuju ruang publik yang menawarkan dialog lebih luas dengan penonton.

Diketahui, Teater Sabit muncul dari latar sejarah yang lahir pada 04 Mei 2014. Tentunya hal itu sebuah momentum kecil yang perlahan menjelma menjadi pijakan kuat bagi generasi teater kampus berikutnya.

Menurut informasi yang berhasil SASTRANUSA himpun, perjalanan Teater Sabit tidak pernah bersandar pada kemewahan fasilitas, melainkan bertumpu pada keteguhan menjalani proses kreatif. Kemudian dari perjalanan panjang tersebut, karakter UKM naungan FKIP UTM ini tumbuh sebagai organisasi yang tak sekadar menampilkan pementasan, tetapi juga membangun ruang belajar lintas pengalaman.

Lalu seiring waktu, identitas kelompok ini semakin kukuh melalui simbol yang mereka sandang, yakni nama Sabit sebagai singkatan dari Teater Sarana Bijak Ber estetika. Secara filosofi penyematan nama UKM ini tidak berhenti pada makna belaka. 

Secara tegas lambang bulan sabit, topeng, dan warna merah telah menandai semangat kolektif yang berulang kali mereka bawa ke panggung besar. Selain itu, ketiga unsur tersebut menjadi penanda bahwa teater dapat dibentuk oleh siapapun yang ingin berproses tanpa sekat.

Jalinan Makna Identitas Teater Sabit

Perjalanan Teater Sabit tidak hanya berdiri tanpa jejak filosofis. Apalagi, simbol dan nama yang mereka pilih membentuk pijakan batin dalam proses kreatif yang dijalani.

Identitas Nama dan Akar Komunitas

Nama Sabit memuat unsur kebijaksanaan dan estetika, yaitu menghadirkan kesadaran bahwa teater bukan sekadar tontonan, melainkan juga ruang pembentukan sikap artistik. 

Meski benih komunitas ini tumbuh di lingkungan FKIP UTM, namun atmosfer literer-nya kental dalam setiap garapannya. Hal itu terlihat dari berbagai pementasan yang mereka garap, yakni tampak akrab dengan naskah, riset, serta eksplorasi bahasa yang memperkaya pendekatan artistik.

Begitu juga dengan logo Sabit yang menyiratkan perjalanan tak pernah berhenti menuju kesempurnaan, yakni, menggambarkan keindahan yang masih bertumbuh. Kemudian topeng yang menjadi bagian dari logo itu, memancarkan pesan bahwa proses seni tidak pernah menutup pintu bagi siapapun. Lalu warna merah yang mereka gunakan, menghadirkan simbol keberanian untuk menembus batas panggung dan kompetisi.

Perpaduan ketiga unsur tersebut, memunculkan karakter estetik yang mudah dikenali, sehingga identitas visual mereka menjadi pengikat solidaritas antar anggota. Identitas itu, pasalnya memberi ruang emosional yang membuat setiap pementasan terasa memiliki tubuh dan napasnya sendiri. Nah, dari konsistensi tersebutlah citra Teater Sabit tumbuh sebagai komunitas yang teguh memelihara arah artistik.

Ruang Kegiatan dan Ciri Artistik

Berkenaan dengan kegiatan, Teater Sabit juga pada upaya menautkan seni dengan masyarakat sekitar. Salah satu buktinya adalah pentas keliling. 

Pentas Keliling: Mengembalikan Teater kepada Masyarakat

Pentas keliling yang mereka gelar di berbagai desa Jawa-Madura, menghadirkan ruang dialog antara seni panggung dan masyarakat. Pasalnya interaksi tersebut, membentuk pengalaman sosial yang memperkaya perspektif anggota dalam memahami realitas di luar kampus. Secara tidak langsung, kegiatan tersebut telah mampu menghidupkan dialog seni antara masyarakat dan kalangan terpelajar. 

Mereka juga rutin mengadakan pentas tahunan seperti EKSOTIS. Diketahui kegiatan ini, memuat tema tematik dengan naskah berbeda di setiap penyelenggaraan. Naskah Pagi Bening, Marsinah Menggugat, Perempuan Harum Kamboja maupun Matahari Terakhir tampil sebagai contoh bagaimana mereka mengolah isu sosial menjadi pementasan bernuansa reflektif. Acara tersebut, menjadi ruang regenerasi yang memberi kesempatan bagi anggota baru untuk memahami disiplin panggung.

Adapun terobosan lain, yaitu tampak pada acara Bulan Madu. Contoh pada 2023, Teater Sabit mampu mengolah konsep post modern yang membuat penonton penasaran. Keberanian itu menandai langkah eksperimental Sabit dalam mencari bentuk baru yang lebih cair dan tak terikat pola klasik. 

Kiprah Nasional dan Jejak Penghargaan

Berkaitan dengan event nasional, kiprah Teater Sabit bisa menjadi cerminan, bahwa proses panjang akan membuahkan hasil yang sesuai. Tentunya hal itu bukan hanya capaian teknis, melainkan hasil dari latihan, keberanian, dan kejernihan konsep. 

Prestasi dan Sorotan Monolog

Torehan puncak itu terlihat ketika mereka meraih tiga gelar nasional sepanjang 2023, sebuah capaian yang tidak umum diraih oleh komunitas teater kampus. 

Pertama, Teater Sabit juara 2 pada Siliwangi Monologue Event di Tasikmalaya. Dalam event ini, mereka mampu mengurai naskah Sphinx Triple X karya Benny Yohanes dengan intensitas yang kuat, kemudian menjadikan pementasan epik. Artinya, penampilan tersebut memperlihatkan kecermatan mereka dalam mengolah tubuh, suara, dan ritme panggung.

Kemudian pada event Artefacuns di Surakarta, keberanian mereka kembali mencuri perhatian melalui penggunaan kandang dan dua ayam hidup sebagai properti unik. Perjalanan membawa properti dari Madura menuju Solo, menegaskan betapa seriusnya mereka membangun pengalaman panggung yang autentik. Artinya, keputusan artistik tersebut menunjukkan, bahwa mereka tidak ragu melampaui batas kenyamanan demi menyampaikan pesan dramatik yang lebih tajam.

Prestasi tersebut juga terlihat ketika mereka meraih juara 1 pada Galaksi Diksasindo Kabupaten Malang. Kemenangan tersebut tentu mempertegas konsistensi Sabit sebagai kelompok yang mampu membaca dinamika kompetisi sekaligus menjaga kualitas pementasan. Melalui keberhasilan itu, mereka tergolong mampu menempatkan teater mahasiswa nasional, sebagai komunitas yang diperhitungkan.

Simpulannya, dari seluruh perjalanan Teater Sabit UTM telah memperlihatkan bahwa kerja keras, kebersamaan, serta keberanian bereksperimen mampu membawa komunitas kecil menuju panggung nasional. Jadi tidak salah jika jejak mereka menjadi penanda, bahwa seni teater mahasiswa masih menyimpan potensi besar untuk berkembang.*(S/N) 

Baca Juga
Tag:
Posting Komentar