6 Daftar Upacara Adat Suku Madura yang Mirip Tradisi Jawa
![]() |
Sekelompok orang melakukan upacara adat Madura atau Jawa yakni Tahlilan/Ilustrasi |
SASTRANUSA, NUSANTARA - Suku Madura dan Jawa dikenal memiliki tradisi yang kaya akan nilai budaya. Keduanya hidup berdampingan di berbagai wilayah Jawa Timur, terutama di kawasan Tapal Kuda. Pasalnya pertemuan dua budaya ini, melahirkan identitas baru yang dikenal sebagai budaya Pendalungan. Budaya ini mencerminkan percampuran tradisi yang saling memengaruhi, termasuk dalam upacara adat.
Kemiripan upacara adat antara Suku Madura dan Jawa terlihat jelas dalam siklus kehidupan mereka. Yaitu mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Selain itu, tradisi keagamaan yang dijalankan juga memperlihatkan kesamaan makna. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun berbeda asal-usul, masyarakat Madura dan Jawa memiliki ikatan budaya yang erat. Pengaruh ini, tentu sekaligus memperkuat kebersamaan dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa Timur.
6 Upacara Adat Suku Madura Mirip Jawa
Baiklah, Berikut ini persamaan upacara-upacara adat Suku Madura yang mirip Jawa sesuai dengan hasil pikir SASTRANUSA:
1. Tradisi Kehamilan Pertama: Pelet Kandung dan Mitoni
Salah satu upacara adat yang mirip adalah tradisi kehamilan pertama. Masyarakat Madura menyebutnya Pelet Kandung, sementara masyarakat Jawa mengenalnya dengan Mitoni. Keduanya sama-sama dilaksanakan ketika kandungan memasuki usia tujuh bulan. Secara keseluruhan dari keduanya, prosesinya penuh doa dan harapan agar ibu dan bayi diberi keselamatan hingga melahirkan.
Dalam tradisi Pelet Kandung, keluarga biasanya mengundang tetangga untuk mendoakan calon ibu. Begitu pula dalam Mitoni, doa bersama dipanjatkan dengan penuh khidmat. Sementara hal penting dari persamaan kedua upacara adat itu, air yang sudah diberkahi doa digunakan untuk menyiram ibu hamil sebagai simbol penyucian diri. Tradisi ini semacam mencerminkan kepedulian sosial dan keagamaan masyarakat terhadap kehidupan baru yang segera hadir.
2. Upacara Injak Tanah: Toron Tana dan Tedak Siten
Kemiripan lain terlihat pada prosesi bayi pertama kali menginjak tanah. Masyarakat Madura menyebutnya Toron Tana, sedangkan di Jawa dikenal dengan Tedak Siten. Prosesi ini seperti melambangkan awal kehidupan seorang anak yang mulai berinteraksi dengan bumi. Adapun makna simboliknya, adalah kesiapan anak untuk menghadapi dunia nyata dengan doa restu orang tua.
Dalam Toron Tana, bayi dibimbing agar menapakkan kakinya ke tanah dengan penuh kehati-hatian. Orang tua biasanya menggelar acara sederhana sebagai bentuk rasa syukur. Tradisi Tedak Siten di Jawa pun tidak jauh berbeda, yaitu, bayi diarahkan melalui berbagai benda sebagai simbol perjalanan hidup. Kesamaan ini tentu menunjukkan bahwa kedua budaya sama-sama menekankan kesiapan anak untuk tumbuh dewasa.
3. Prosesi Pernikahan: Seserahan sebagai Pengikat Keluarga
Pernikahan adat Madura dan Jawa memiliki kemiripan yang cukup menonjol, terutama dalam tradisi seserahan. Dalam bahasa Madura disebut bhen-ghiben, sementara di Jawa tetap disebut seserahan. Prosesi ini menjadi simbol penghormatan dan pengikat antara kedua keluarga besar. Barang-barang yang diberikan bukan sekadar hadiah, melainkan tanda kesungguhan seorang calon mempelai.
Selain seserahan, prosesi pernikahan kedua budaya juga sarat dengan doa dan nilai kebersamaan. Keluarga besar dari kedua belah pihak hadir untuk menyaksikan penyatuan pasangan. Doa yang dipanjatkan menjadi harapan agar rumah tangga pasangan baru diberi keberkahan. Kehadiran keluarga dalam jumlah besar, tentu menegaskan bahwa pernikahan bukan hanya menyatukan dua orang, melainkan juga dua keluarga.
4. Tahlilan dan Kenduri: Doa untuk Arwah
Setelah seseorang meninggal dunia, masyarakat Madura maupun Jawa melaksanakan tahlilan. Ritual ini berupa doa bersama agar arwah mendapat ketenangan di alam barzah. Selain itu, terdapat tradisi kenduri atau selamatan dengan membagikan makanan. Tujuannya adalah agar pahala sedekah bisa sampai kepada almarhum yang telah tiada.
Kebersamaan dalam tahlilan memperlihatkan nilai solidaritas yang kuat. Tetangga dan kerabat hadir untuk memberikan dukungan moral kepada keluarga yang ditinggalkan. Tradisi ini juga mempererat hubungan antarwarga, karena semua merasa memiliki kewajiban untuk mendoakan sesama. Hal tersebut menunjukkan bahwa adat istiadat bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial.
5. Rokat dan Ruwat: Ritual Syukur dan Keselamatan
Masyarakat Madura mengenal tradisi Rokat atau Rokat Desa sebagai wujud syukur. Upacara ini biasanya dilakukan setelah panen sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan. Selain itu, doa juga dipanjatkan agar desa senantiasa mendapat perlindungan. Di Jawa, tradisi ini dikenal dengan istilah Ruwat atau Slametan yang memiliki tujuan serupa.
Ruwat sering kali dilaksanakan dengan doa bersama yang disertai penyajian makanan. Begitu pula Rokat, yang menghadirkan seluruh masyarakat dalam suasana kebersamaan. Prosesi ini mencerminkan semangat gotong royong yang melekat kuat pada budaya Nusantara. Kemiripannya tentu menjadi bukti bahwa Madura dan Jawa sama-sama menjunjung tinggi nilai kebersamaan serta rasa syukur.
6. Tradisi Mudik: Toron dan Pulang Kampung
Tradisi mudik tidak hanya dikenal masyarakat Jawa, tetapi juga masyarakat Madura. Di Madura, tradisi ini disebut Toron, yaitu perantau kembali ke kampung halaman. Biasanya dilakukan menjelang Idul Fitri atau Idul Adha. Tujuannya adalah berkumpul bersama keluarga serta berziarah ke makam leluhur.
Mudik memiliki nilai emosional yang sangat dalam bagi masyarakat perantau. Momen ini menjadi ajang mempererat hubungan keluarga sekaligus menjaga silaturahmi. Di Jawa, mudik juga menjadi tradisi tahunan yang selalu ditunggu. Kesamaan ini menegaskan bahwa kebersamaan keluarga tetap menjadi prioritas dalam budaya Madura maupun Jawa.
Mirip, Namun Menjadi Ikatan Budaya yang Tidak Terpisahkan
Kemiripan upacara adat Madura dan Jawa membuktikan adanya hubungan budaya yang kuat. Tradisi-tradisi tersebut bukan hanya ritual turun-temurun, tetapi juga cerminan nilai sosial dan keagamaan. Kehadiran budaya Pendalungan di Jawa Timur menjadi bukti percampuran yang indah antara dua tradisi besar Nusantara.
Setiap upacara adat mengandung makna kebersamaan, doa, dan penghormatan terhadap kehidupan. Dari kehamilan hingga kematian, masyarakat Madura dan Jawa tetap menjaga nilai-nilai luhur tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa perbedaan budaya bukanlah penghalang, melainkan penguat ikatan. Dengan menjaga tradisi, generasi mendatang akan tetap memiliki akar budaya yang kokoh.
Baiklah cukup dulu tuangan ide SASTRANUSA terkait 6 daftar upacara adat Suku Madura yang mirip Jawa. Sampai jumpa di lain artikel. Terimakasih.*
Penulis: Fauzi
FAQ tentang Upacara Adat Madura dan Jawa
Apa saja upacara adat Madura yang mirip dengan tradisi Jawa?
Beberapa upacara adat Madura yang mirip dengan tradisi Jawa antara lain Pelet Kandung dan Mitoni, Toron Tana dan Tedak Siten, prosesi seserahan pernikahan, tahlilan dan kenduri, Rokat dan Ruwat, serta tradisi mudik atau Toron.
Apa perbedaan utama tradisi Madura dan Jawa?
Perbedaan utama terletak pada istilah, bahasa, dan beberapa detail prosesi. Namun, secara makna keduanya tetap menekankan nilai doa, kebersamaan, serta penghormatan terhadap kehidupan.
Apa itu budaya Pendalungan?
Budaya Pendalungan adalah hasil percampuran tradisi Jawa dan Madura, terutama di kawasan Tapal Kuda, Jawa Timur. Budaya ini menjadi identitas masyarakat yang hidup berdampingan dengan pengaruh dua kultur besar Nusantara.
Mengapa tradisi Madura dan Jawa memiliki banyak kemiripan?
Kemiripan tradisi terjadi karena interaksi sosial dan budaya yang berlangsung lama. Kehidupan berdampingan membuat kedua budaya saling memengaruhi, sehingga melahirkan ritual adat yang serupa.
Apa makna penting menjaga tradisi Madura dan Jawa?
Menjaga tradisi berarti melestarikan warisan leluhur yang penuh nilai kehidupan. Tradisi juga berfungsi memperkuat identitas budaya serta mempererat hubungan sosial di tengah masyarakat modern.