TERBARU

Menguak Tradisi Tangkap Ikan di Lamongan Penuh Makna Sosial

Tradisi Tangkap ikan
Beberapa orang melakukan tradisi tangkap ikan di Lamongan/Ilustrasi

SASTRANUSA, LAMONGAN – Di pesisir utara Jawa Timur, masyarakat Lamongan memiliki beragam tradisi menangkap ikan yang unik, sarat makna sosial, dan penuh nilai budaya. Tradisi ini bukan hanya kegiatan ekonomi semata, tetapi juga menjadi sarana mempererat kebersamaan, gotong royong, serta spiritualitas masyarakat setempat.

Setiap tradisi diwariskan secara turun-temurun, sehingga mampu menjaga identitas lokal di tengah perubahan zaman. Keberadaannya membuktikan bahwa Lamongan tidak hanya dikenal dengan wisata kuliner, tetapi juga dengan warisan budaya maritim dan tradisi sosial masyarakat pesisirnya.

Ragam Tradisi Menangkap Ikan di Lamongan

Ragam tradisi menangkap ikan di Lamongan menjadi bukti nyata kekayaan budaya maritim sekaligus identitas sosial masyarakat pesisir Jawa Timur. Setiap tradisi bukan hanya menjadi sarana mencari ikan, tetapi jauh dari itu terdapat beberapa hal yang diungkap, terutama berkenaan dengan makna dan sosialnya. Baiklah berikut SASTRANUSA ringkas buat kamu:

1. Tradisi Ngebur Tlogo yang Penuh Makna

Tradisi pertama yang menarik perhatian adalah Ngebur Tlogo. Kegiatan ini berlangsung setiap musim kemarau, khususnya ketika air di telaga Dusun Tlogo, Desa Tlogorejo, Kecamatan Sukodadi mulai menyusut.

Ratusan warga, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, turun langsung ke telaga untuk menangkap ikan. Alat yang digunakan pun sederhana, seperti jala, keranjang bambu, hingga tangan kosong, yang mencerminkan kesederhanaan dan kebersamaan masyarakat desa.

Makna Sosial Ngebur Tlogo

Lebih dari sekadar menangkap ikan, Ngebur Tlogo memiliki makna sosial yang mendalam. Tradisi ini bertujuan menjaga kelestarian telaga agar tetap bermanfaat bagi generasi berikutnya.

Selain itu, hasil tangkapan dibagikan secara merata kepada warga sebagai wujud solidaritas dan kebersamaan. Dari sini terlihat jelas bahwa budaya gotong royong masih terjaga kuat dalam kehidupan masyarakat Lamongan.

2. Tradisi Nyusuk Iwak Ekspresi Syukur

Tradisi lain yang populer adalah Nyusuk Iwak. Kegiatan ini umumnya digelar menjelang peringatan Maulid Nabi atau ketika musim kemarau membuat debit air di waduk dan telaga menurun.

Beberapa desa yang masih melestarikannya antara lain Desa Dumpiagung di Kecamatan Kembangbahu dan Desa Darmolemahbang di Kecamatan Sarirejo. Masyarakat dari dalam maupun luar desa berbondong-bondong ikut serta dengan membayar biaya partisipasi yang kemudian digunakan untuk mendukung kegiatan sosial karang taruna.

Alat Tradisional dalam Nyusuk Iwak

Peserta tradisi ini menggunakan alat bernama susuk atau sesek, yakni anyaman bambu tradisional yang ramah lingkungan. Tak jarang, sebagian warga memilih menggunakan tangan kosong untuk merasakan langsung sensasi menangkap ikan di air keruh.

Keseruan acara menjadikannya bukan hanya kegiatan ekonomi, tetapi juga hiburan rakyat yang mempererat hubungan sosial antarwarga. Hasil tangkapan pun bisa dibawa pulang, sehingga manfaat tradisi ini dirasakan bersama.

Filosofi Nyusuk Iwak bagi Masyarakat

Tradisi Nyusuk Iwak memiliki filosofi mendalam tentang rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan. Melalui kebersamaan dalam acara ini, masyarakat belajar pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Semangat kebersamaan yang tumbuh dalam Nyusuk Iwak memperkuat ikatan sosial antarwarga desa. Tidak heran jika tradisi ini tetap lestari meski zaman terus berubah.

3. Tradisi Berburu Ikan Mabuk

Selain kedua tradisi tersebut, masyarakat Lamongan juga mengenal fenomena unik yang disebut tradisi berburu ikan mabuk. Kegiatan ini biasanya terjadi pada musim hujan ketika permukaan Sungai Bengawan Solo meluap dan air menjadi keruh.

Kondisi tersebut membuat ikan-ikan pingsan atau terlihat mabuk, sehingga mudah ditangkap oleh warga. Momen langka ini selalu dimanfaatkan masyarakat untuk turun ke sungai bersama-sama.

Keseruan dan Istilah Lokal

Sebagian besar warga menangkap ikan dengan tangan kosong, sementara lainnya menggunakan jaring atau jala. Tradisi ini bahkan memiliki istilah lokal berbeda, seperti ngumbo dan ontrakan, yang menandakan kekayaan bahasa masyarakat pesisir.

Keseruan berburu ikan mabuk menciptakan suasana riuh penuh tawa dan sorak sorai. Kegiatan ini tidak hanya menghasilkan tangkapan ikan, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan antarwarga.

Nilai Budaya dalam Tradisi Ikan Mabuk

Tradisi berburu ikan mabuk menyiratkan makna kearifan lokal dalam memanfaatkan fenomena alam. Warga mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tanpa merusak ekosistem sungai.

Kebersamaan yang tercipta saat tradisi ini memperkuat solidaritas sosial di tengah masyarakat pesisir. Dengan demikian, tradisi ini bukan hanya bernilai praktis, melainkan juga menyimpan pesan ekologis yang relevan hingga kini.

4. Petik Laut Lambang Syukur Masyarakat Pesisir di Lamongan

Di wilayah pesisir Lamongan, masyarakat nelayan masih melestarikan tradisi Petik Laut. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah musim panen ikan melimpah sebagai wujud rasa syukur atas karunia Tuhan.

Desa Weru dan Desa Lohgung di Kecamatan Brondong menjadi lokasi utama berlangsungnya upacara adat tersebut. Prosesi ini melibatkan pelarungan sesaji atau tumpeng ke laut sebagai simbol penghormatan dan doa keselamatan bersama.

Agama dan Budaya Lokal seakan Serasi

Tradisi Petik Laut menjadi contoh nyata integrasi nilai keagamaan dan budaya lokal. Melalui ritual ini, masyarakat nelayan mengekspresikan iman sekaligus menjaga warisan leluhur.

Kebersamaan dalam melaksanakan tradisi juga menumbuhkan solidaritas sosial yang kuat di kalangan nelayan. Selain itu, kesadaran ekologis turut ditegaskan agar generasi mendatang tetap bisa menikmati kekayaan laut.

Peran Tradisi dalam Pariwisata Lamongan

Keberadaan tradisi tangkap ikan di Lamongan dapat menjadi daya tarik wisata budaya yang potensial. Wisatawan tidak hanya dapat menyaksikan prosesi tradisi, tetapi juga merasakan suasana kebersamaan yang unik.

Jika dikemas dengan baik, tradisi ini mampu mendukung ekonomi lokal sekaligus memperkenalkan budaya Lamongan ke kancah nasional bahkan internasional. Dengan begitu, masyarakat semakin bangga melestarikan warisan sosial dan budaya leluhur.

Kearifan Lokal sebagai Identitas Daerah

Tradisi menangkap ikan di Lamongan bukan hanya warisan budaya, melainkan juga identitas yang membedakan daerah ini dari wilayah lain. Setiap tradisi menyimpan pesan moral, sosial, dan ekologis yang relevan untuk kehidupan modern.

Melalui pelestarian tradisi, masyarakat diajak untuk tetap menghargai alam dan menjaga kebersamaan. Identitas lokal inilah yang menjadikan Lamongan semakin istimewa di mata banyak orang.

Lewat Tradisi Tangkap Ikan, Warisan Terjaga Alam Terawat

Membaca tradisi tangkap ikan di Lamongan memberikan pelajaran berharga tentang kehidupan masyarakat pesisir. Setiap tradisi tidak sekadar kegiatan menangkap ikan, tetapi juga sarana memperkuat nilai kebersamaan, solidaritas sosial, dan kesadaran ekologis.

Melestarikan tradisi berarti menjaga warisan leluhur sekaligus merawat alam agar tetap memberi manfaat. Dengan demikian, masyarakat Lamongan telah menunjukkan contoh nyata bagaimana budaya, alam, dan nilai sosial dapat berjalan beriringan untuk masa depan yang lebih baik.*