VIRAL

Selama Menjabat Presiden, Prabowo Kenakan 2 Baju Adat di Acara Resmi

Presiden Prabowo Pakai Baju Adat
Saat Upacara Penurunan Bendera Merah Putih di HUT RI ke 80 Presiden Prabowo Kenakan Baju Adat Melayu/Instagram/@prabowo

SASTRANUSA, – Pakaian adat selalu menjadi sorotan ketika dikenakan oleh seorang kepala negara dalam momen resmi. Lebih dari sekadar busana, baju semacam ini mencerminkan identitas, filosofi, dan pesan politik yang ingin disampaikan kepada rakyat maupun dunia internasional. Hal inilah yang tampak pada penampilan Presiden Republik Indonesia ke-8, Prabowo Subianto, sejak dirinya resmi menjabat pada Oktober 2024 lalu. 

Setiap kali tampil dalam acara kenegaraan, pilihan pakaian Prabowo tidak pernah lepas dari perbincangan publik. Dari Ujung Serong khas Betawi hingga beskap Melayu, setiap detail busana memiliki makna tersendiri yang merefleksikan sikap kepemimpinan, bahkan termasuk penghormatan terhadap budaya Nusantara yang kaya ini. Cara Prabowo memaknai pakaian adat juga memperlihatkan perbedaan gaya dengan pendahulunya, Presiden Joko Widodo, yang dikenal rutin berganti pakaian adat dari berbagai daerah setiap tahun.

Tradisi busana kenegaraan ini bukan hanya soal estetika, melainkan juga bagian dari strategi komunikasi politik. Melalui pakaian adat, presiden dapat menunjukkan jati diri, kedekatan dengan rakyat, serta komitmen menjaga keberagaman. Maka, setiap busana yang dikenakan Prabowo dalam panggung resmi sesungguhnya mengandung pesan tersirat yang lebih luas dari sekadar pilihan mode.

Saat Pelantikan Presiden, Prabowo Pakai Baju Ujung Serong Betawi

Momentum pelantikan Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024 menjadi titik awal perjalanan politiknya sebagai pemimpin tertinggi bangsa. Pada kesempatan bersejarah itu, Prabowo memilih mengenakan baju adat Betawi, tepatnya setelan jas Demang berwarna biru dongker yang dipadukan dengan kain Ujung Serong di bagian pinggang. Busana tersebut dilengkapi dengan peci hitam, menjadikan penampilannya tampak sederhana sekaligus tegas.

Pemilihan pakaian adat Betawi bukan tanpa alasan. Betawi merupakan tuan rumah ibu kota negara, sehingga tampil dengan busana khas Jakarta menjadi bentuk penghormatan terhadap masyarakat setempat. Lebih dari itu, kain Ujung Serong memiliki nilai historis. Pada masa kolonial, busana ini sering dipakai oleh pejabat lokal atau demang sebagai lambang perjuangan melawan penindasan. Dengan demikian, Prabowo tidak hanya menghadirkan estetika budaya, tetapi juga mengirim pesan simbolis tentang keberanian dan keteguhan hati dalam mengemban amanah kepemimpinan.

HUT RI ke-80, Prabowo Tampak Mempesona dengan Melayu di Panggung Kemerdekaan

Selama Menjabat Presiden, Prabowo Subianto Kenakan 2 Pakaian Adat dalam Acara Kenegaraan
Situasi saat Presiden Menggunakan Baju Adat Melayu sambil Hormat pada Bendera Merah Puti/Instagram/@prabowo

Puncak peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025 menjadi momen lain yang memperlihatkan sisi kebudayaan dari sosok Prabowo. Dalam upacara pengibaran bendera, ia tampil dengan beskap Melayu berwarna putih gading. Penampilannya semakin khas dengan tambahan kain nusantara bermotif, kalung bunga melati, serta peci hitam. Busana itu memberikan kesan khidmat sekaligus anggun, sesuai dengan suasana sakral peringatan detik-detik proklamasi.

Ketika sore tiba dan upacara penurunan bendera digelar, Prabowo kembali mengenakan pakaian adat Melayu, kali ini dengan warna biru dongker. Bedanya, penampilannya dilengkapi dengan tanjak Melayu sebagai penutup kepala. Aksesori ini menambah nuansa keagungan sekaligus menegaskan keindahan ragam busana tradisional nusantara.

Makna pemilihan pakaian adat Melayu pada perayaan kemerdekaan cukup dalam. Dengan mengenakan busana tersebut, Prabowo menekankan komitmennya terhadap keberagaman budaya bangsa. Tidak hanya dirinya, seluruh menteri Kabinet Merah Putih juga diimbau untuk mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah. Langkah ini memperlihatkan semangat kebersamaan, seakan memberi pesan bahwa kemerdekaan bukanlah milik satu golongan, melainkan seluruh rakyat Indonesia.

Sidang Tahunan MPR 2025, Prabowo Pakai Jas Formal dan Pematahan Tradisi

Menariknya, pada Sidang Tahunan MPR yang berlangsung 15 Agustus 2025, Prabowo tidak mengenakan pakaian adat sebagaimana yang dilakukan pada era Presiden Joko Widodo. Ia tampil dengan setelan jas formal, meninggalkan kebiasaan pemakaian busana tradisional yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Keputusan ini menimbulkan perbincangan publik. Sebagian menilai langkah tersebut menunjukkan sisi praktis dan modern dari gaya kepemimpinan Prabowo. Namun, tidak sedikit yang memandang hal ini sebagai strategi untuk membedakan dirinya dari pendahulunya, sekaligus menegaskan identitas kepemimpinan yang khas. Apapun alasannya, pilihan tersebut memperlihatkan bahwa simbolisasi dalam berpakaian tetap menjadi bagian penting dari komunikasi politik seorang kepala negara.

Perbedaan Tradisi Era Prabowo dengan Jokowi

Jika menengok ke belakang, Presiden Joko Widodo dikenal konsisten mengenakan pakaian adat berbeda setiap tahun pada perayaan kemerdekaan dan acara kenegaraan. Tradisi itu menjadi ciri khas sekaligus ajang promosi budaya dari berbagai provinsi di tanah air. Dari baju adat Bali hingga busana khas Kalimantan, Jokowi menjadikan panggung kenegaraan sebagai ruang perayaan keragaman nusantara.

Prabowo, di sisi lain, memilih jalur berbeda. Ia tidak menampilkan variasi pakaian adat setiap tahun, melainkan memusatkan simbol budaya pada momen tertentu. Pelantikan dengan baju adat Betawi dan peringatan HUT RI ke-80 dengan pakaian Melayu menjadi dua contoh nyata. Sementara pada sidang tahunan, ia justru tampil formal dengan jas, mematahkan kebiasaan yang sudah berjalan.

Perbedaan ini memperlihatkan bahwa setiap presiden memiliki gaya tersendiri dalam memaknai simbol kebudayaan. Jokowi cenderung merayakan keragaman secara luas, sedangkan Prabowo memilih momentum tertentu untuk menegaskan makna budaya yang lebih spesifik.

Simbol Budaya dan Pesan Kepemimpinan

Dalam konteks kenegaraan, pakaian adat tidak sekadar penutup tubuh. Baju semacam ini adalah bahasa simbol yang dapat menyampaikan pesan mendalam tanpa kata-kata. Dari busana yang dikenakan, publik bisa membaca visi, sikap, bahkan arah kepemimpinan seorang presiden.

Prabowo seakan ingin menyeimbangkan dua hal, yakni penghormatan terhadap budaya lokal sekaligus menunjukkan fleksibilitas dalam memimpin. Melalui baju adat Betawi, ia menegaskan penghormatan pada tanah ibu kota. Dengan pakaian Melayu, ia menyampaikan pesan kebersamaan dalam keberagaman. Sementara setelan jas pada sidang tahunan memperlihatkan sikap formal, lugas, dan tegas.

Pakaian Adat sebagai Diplomasi Budaya

Tidak bisa dipungkiri, setiap penampilan presiden juga menjadi sorotan dunia. Pakaian adat yang dikenakan dalam acara resmi kenegaraan sekaligus menjadi bentuk diplomasi budaya. Dunia internasional dapat melihat betapa kayanya tradisi Indonesia, serta bagaimana pemimpinnya menjunjung tinggi nilai kearifan lokal.

Dengan demikian, busana tradisional bukan hanya urusan estetika, melainkan juga strategi untuk memperkuat citra bangsa di mata global. Prabowo tampaknya memahami hal ini, meski mengemasnya dengan cara yang berbeda dari pendahulunya.

Pakaian adat dalam panggung kenegaraan selalu membawa pesan simbolis yang lebih luas daripada sekadar pilihan busana. Prabowo Subianto, sejak menjabat sebagai Presiden ke-8 RI, telah memperlihatkan cara pandangnya dalam memaknai budaya. Dari Ujung Serong Betawi yang sarat dengan perjuangan, pesona Melayu pada peringatan kemerdekaan, hingga jas formal yang sederhana namun tegas, semuanya merefleksikan gaya kepemimpinan yang unik.

Perlu sahabat SASTRANUSA ketahui, bahwa setiap pilihan busana akan selalu dicatat sejarah, karena dari sanalah rakyat melihat jati diri seorang pemimpin. Melihat penampilan Prabowo, baginya pakaian adat bukan hanya warisan nenek moyang, tetapi juga medium komunikasi untuk menegaskan pesan kebangsaan.*

Penulis: Redaksi