TERBARU

Salodor Madura Tak Mampu Bersaing dengan Game MPL, Kenapa?

Salodor Madura Tak Mampu Bersaing dengan Game MPL, Kenapa?
Salodor Madura Tak Mampu Bersaing dengan Game MPL, Kenapa? (Ilustrasi) 

SASTRANUSA - Permainan tradisional Salodor dulunya sangat populer di Madura sebagai sarana bermain sekaligus melatih keterampilan gerak. Namun, minat anak-anak zaman sekarang lebih banyak tertuju pada permainan digital seperti Mobile Premier League (MPL). Pergeseran pilihan ini bukan hanya terjadi di kota, tetapi juga mulai merambah ke pedesaan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tradisi budaya lokal semakin terpinggirkan oleh perkembangan teknologi.

Salodor membutuhkan keterlibatan langsung antar pemain dengan jumlah tertentu sehingga bisa menciptakan keseruan bersama. Akan tetapi, game MPL cukup dimainkan menggunakan telepon genggam yang lebih praktis serta mudah diakses. Anak-anak cenderung memilih hiburan yang instan daripada permainan yang menuntut aktivitas fisik. Akibatnya, Salodor semakin jarang dimainkan bahkan hampir tidak dikenal lagi oleh sebagian generasi.

Fenomena ini memperlihatkan adanya pergeseran pola interaksi sosial pada anak-anak. Jika dahulu kebersamaan menjadi kunci dalam sebuah permainan, kini individualisme lebih menonjol dalam dunia digital. Meskipun game online menawarkan interaksi virtual, rasa keakraban yang tumbuh dalam permainan tradisional tidak lagi hadir. Inilah salah satu alasan mengapa Salodor kalah bersaing dengan hiburan modern.

Kekuatan Teknologi Digital yang Menggeser Tradisi

Teknologi digital membawa perubahan besar pada cara manusia mengisi waktu luang. Game MPL mampu memberikan pengalaman visual menarik dengan grafis berwarna, musik seru, serta kontrol sederhana. Daya tarik ini membuat banyak remaja lebih tertarik menatap layar ketimbang bermain di lapangan terbuka. Sementara Salodor yang sederhana tidak mampu memberikan sensasi modern tersebut.

Kecanggihan gawai yang kini dimiliki hampir setiap anak menjadi faktor utama menurunnya popularitas permainan tradisional. Tanpa perlu menunggu teman berkumpul, game digital bisa dimainkan kapan pun dan di mana pun. Hal ini jauh berbeda dengan Salodor yang memerlukan ruang luas dan kesepakatan waktu bersama. Alhasil, Salodor tidak mampu menandingi fleksibilitas yang ditawarkan hiburan berbasis teknologi.

Selain itu, perkembangan media sosial juga mendukung penyebaran game modern. Promosi MPL dilakukan secara masif melalui berbagai platform dengan hadiah menggiurkan. Anak-anak kemudian merasa tertarik untuk ikut mencoba agar tidak tertinggal dari teman sebaya. Sayangnya, permainan tradisional seperti Salodor tidak memiliki wadah promosi semacam itu sehingga popularitasnya semakin tergerus.

Faktor Ekonomi dalam Popularitas Game MPL

Aspek ekonomi menjadi salah satu alasan mengapa MPL lebih menarik dibandingkan Salodor. Game modern tersebut tidak hanya menyajikan hiburan, tetapi juga menawarkan kesempatan memperoleh hadiah tertentu. Konsep ini memberikan sensasi bermain sekaligus menghasilkan keuntungan tambahan. Berbeda dengan Salodor yang hanya menghadirkan keceriaan tanpa adanya nilai materi.

Bagi sebagian anak dan remaja, kesempatan memenangkan sesuatu dari game menjadi motivasi yang kuat. Rasa ingin diakui, baik dalam bentuk peringkat maupun hadiah, membuat mereka semakin betah bermain. Salodor tidak bisa bersaing dalam hal ini karena sifatnya murni permainan rekreasi. Akibatnya, generasi muda lebih memilih sesuatu yang memberikan keuntungan ganda.

Selain itu, faktor gengsi juga turut memengaruhi minat anak-anak. Bermain game modern dianggap lebih bergengsi dibandingkan memainkan permainan tradisional. Padahal, Salodor menyimpan nilai-nilai positif yang tidak ditemukan dalam hiburan digital. Sayangnya, keunggulan budaya tersebut belum mampu menandingi magnet ekonomi dari MPL.

Hilangnya Ruang Bermain dan Dukungan Lingkungan

Permainan Salodor memerlukan lapangan luas agar pemain leluasa bergerak. Namun, ruang terbuka kini semakin terbatas karena banyaknya pembangunan permukiman maupun infrastruktur. Kondisi ini membuat anak-anak kesulitan menemukan tempat yang sesuai untuk bermain. Sementara game digital tidak memerlukan ruang fisik sehingga lebih mudah dilakukan.

Dukungan lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh dalam menjaga keberlangsungan permainan tradisional. Banyak orang tua sudah tidak lagi mengenalkan Salodor kepada anak-anak mereka. Tanpa adanya transfer budaya, tradisi tersebut perlahan menghilang dari ingatan generasi baru. Faktor inilah yang menyebabkan permainan lokal semakin tertinggal jauh dibandingkan hiburan modern.

Minimnya komunitas atau kelompok yang berfokus pada pelestarian permainan tradisional juga memperparah keadaan. Berbeda dengan olahraga atau seni yang memiliki wadah resmi, permainan seperti Salodor tidak mendapatkan ruang serupa. Hal ini membuat upaya pelestarian berjalan sendiri tanpa dukungan nyata. Akibatnya, Salodor semakin sulit bertahan di tengah arus globalisasi.

Solusi Revitalisasi Permainan Tradisional

Meski mengalami penurunan, bukan berarti Salodor tidak bisa dihidupkan kembali. Salah satu cara efektif adalah memasukkan permainan ini ke dalam kurikulum projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5). Dengan begitu, siswa dapat mengenal sekaligus mempraktikkan permainan tradisional secara langsung. Langkah ini bisa menghidupkan kembali nilai budaya yang sempat terlupakan.

Selain itu, mengadakan festival budaya yang menampilkan Salodor juga dapat menarik perhatian masyarakat. Acara semacam ini mampu memperkenalkan permainan tradisional kepada khalayak luas. Anak-anak akan merasa bangga ketika permainan asal daerahnya ditampilkan dalam kegiatan resmi. Upaya ini juga bisa menjadi media promosi budaya yang efektif.

Tidak kalah penting, Salodor perlu dikemas ulang dalam bentuk digital tanpa menghilangkan esensi aslinya. Jika permainan tradisional dapat diadaptasi ke gawai, anak-anak tetap bisa menikmatinya dengan cara modern. Strategi ini sekaligus menjembatani generasi baru dengan warisan budaya lama. Dengan demikian, Salodor tidak sepenuhnya kalah oleh pesatnya perkembangan game MPL.

Salodor Madura saat ini memang kalah populer dibandingkan game MPL yang berbasis digital. Faktor teknologi, aspek ekonomi, ruang bermain, serta kurangnya dukungan lingkungan menjadi penyebab utama. Namun, dengan langkah revitalisasi melalui sekolah, festival budaya, dan adaptasi digital, permainan ini masih memiliki harapan. Menjaga permainan tradisional berarti merawat identitas budaya bangsa agar tidak hilang ditelan zaman.*

Penulis: Sdw