9 Tradisi Unik Gresik yang Sarat Makna

9 Tradisi Unik Gresik yang Sarat Makna
9 Tradisi Unik Gresik yang Sarat Makna (Ilustrasi) 

SastraNusa.id, Gresik - Pagi belum terlalu tua saat aroma dupa dan suara gamelan menyatu di pelataran rumah warga. Wajah-wajah cerah terlihat di balik jendela, menanti kirab budaya yang akan melintas. Gresik, kota pesisir yang dikenal sebagai kota santri dan industri, menyimpan segudang cerita yang tak lekang waktu.

Di balik deru mesin pabrik dan geliat modernisasi, kehidupan masyarakat tetap erat dengan tradisi. Tak sekadar ritual turun-temurun, sembilan tradisi yang masih lestari hingga kini menjadi jendela untuk memahami karakter dan nilai luhur masyarakat Gresik.

Tradisi bukan sekadar simbol masa lalu. Ia adalah napas yang menjaga identitas, mengikat rasa persaudaraan, dan menjadi pengingat akan asal-usul. Berikut sembilan tradisi khas Gresik yang sarat makna dan terus bertahan dari generasi ke generasi.

1. Tradisi Nyadran di Makam Sunan Giri

Setiap bulan Sya’ban, warga berbondong-bondong menuju kompleks makam Sunan Giri. Dengan membawa tumpeng dan sesaji, mereka mengikuti tradisi nyadran untuk mendoakan leluhur. Tak sekadar ritual, nyadran menjadi sarana memperkuat silaturahmi antarwarga dan mengenang jasa tokoh-tokoh agama.

Kegiatan ini bukan hanya soal ziarah. Lebih dari itu, ia mengandung pesan spiritual, etika sosial, dan simbol penghormatan pada warisan budaya Islam yang kuat di Gresik.

2. Pesta Nelayan Sembayat

Setiap tahun, nelayan di Desa Sembayat menggelar pesta laut sebagai bentuk rasa syukur atas hasil tangkapan. Laut diberi sesaji, perahu dihias, dan doa dipanjatkan. Tradisi ini menjadi penyeimbang antara aktivitas ekonomi dan spiritualitas masyarakat pesisir.

Pesta ini tak hanya menyedot perhatian wisatawan, tapi juga mengingatkan pada pentingnya menjaga kelestarian laut dan solidaritas antarnelayan.

3. Barzanji dan Diba’ di Majelis Taklim

Pembacaan Barzanji dan Diba’ menjadi rutinitas penting di berbagai majelis taklim Gresik. Lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad menjadi media dakwah sekaligus ekspresi cinta masyarakat pada ajaran Islam.

Tradisi ini hidup dalam nuansa kesederhanaan, tanpa kemewahan, tapi tetap sakral. Setiap bait yang dilantunkan menghadirkan suasana religius yang mendalam.

4. Tradisi Tahlilan Tujuh Hari Tujuh Malam

Berbeda dengan daerah lain, di beberapa wilayah Gresik, tradisi tahlilan dilakukan selama tujuh hari berturut-turut, bahkan hingga tujuh malam. Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran oleh tetangga dan kerabat yang ditinggalkan.

Bukan semata ritual kematian, tradisi ini meneguhkan nilai gotong royong, empati, dan kepedulian sosial. Tak ada yang merasa sendiri dalam duka, karena seluruh kampung turut merasakan kehilangan.

5. Sedekah Bumi Leran

Leran, salah satu desa tua di Gresik, memiliki tradisi sedekah bumi yang sangat dihormati. Warga membawa hasil panen dan aneka hidangan ke balai desa untuk dibagikan bersama. Upacara ini disertai doa, pertunjukan seni tradisional, dan kirab budaya.

Sedekah bumi menjadi wujud hubungan harmonis manusia dengan alam. Ia menegaskan bahwa tanah bukan sekadar tempat berpijak, melainkan anugerah yang wajib dijaga dan disyukuri.

6. Kirab Ampyang Maulid di Gumeno

Desa Gumeno memiliki tradisi unik dalam memperingati Maulid Nabi, yaitu kirab ampyang. Ratusan warga membawa gunungan berisi makanan tradisional, lalu dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Ampyang, sejenis camilan dari kacang dan gula, menjadi simbol keberkahan.

Kirab ini menarik ribuan pengunjung setiap tahun. Selain religius, suasananya penuh semangat kebersamaan dan suka cita.

7. Pembacaan Serat Damar Shashangka

Tak banyak yang tahu bahwa di beberapa pesantren Gresik masih dilakukan pembacaan Serat Damar Shashangka, naskah kuno yang mengandung ajaran moral dan spiritual. Tradisi ini biasa dilakukan saat malam-malam tertentu menjelang Ramadan atau Maulid.

Serat ini ditulis dalam bahasa Jawa halus dengan gaya tembang. Di dalamnya tersimpan ajaran tentang kejujuran, kesabaran, dan tanggung jawab. Pembacaan dilakukan dengan penuh khidmat, menjadi pengingat akan nilai-nilai luhur yang kini mulai memudar.

8. Ruwatan Anak Sukerta

Dalam masyarakat Gresik, terutama di wilayah pedesaan, masih dipercaya bahwa anak-anak yang lahir dengan kriteria tertentu perlu diruwat. Ruwatan dilakukan untuk menolak bala dan memberi perlindungan spiritual pada sang anak.

Prosesi ini melibatkan tokoh adat dan disertai pembacaan doa-doa khusus. Meski bercorak mistik, ruwatan dipahami sebagai upaya simbolik untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam gaib.

9. Tradisi Kupatan Pasca Lebaran

Seminggu setelah Idul Fitri, masyarakat Gresik menggelar tradisi kupatan. Ketupat dan lauk khas disajikan di halaman rumah untuk disantap bersama tetangga. Anak-anak berlarian, suara tawa memenuhi udara.

Kupatan menjadi simbol maaf yang tulus dan rasa syukur yang mendalam. Tradisi ini mempererat hubungan sosial dan memperkaya nuansa Lebaran yang sudah berlalu.

Melestarikan yang Tersisa

Gresik bukan sekadar kota industri atau kota santri. Ia adalah ruang hidup dari tradisi yang membentuk karakter warganya. Dari nyadran hingga kupatan, setiap tradisi menyimpan makna dan pesan yang relevan hingga kini.

Dalam era yang serba cepat, tradisi bisa jadi terasa lamban. Namun justru dari kelambanan itulah tersimpan kearifan yang tak tergantikan. Tradisi adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan yang jika dijaga, akan terus menjadi cahaya bagi generasi berikutnya.*

Tags:
TRADISI
Link copied to clipboard.