Jarang Ada yang Tau, Ternyata Seperti ini Baju Adat Madura

Ilustrasi Baju Adat Sampang/Pixabay/Deddy _Sunarto

SastraNusa.id, Madura - Di balik kesederhanaannya, Kabupaten Sampang di Madura menyimpan kekayaan budaya yang jarang terangkat ke permukaan. Salah satunya adalah busana adat. Mungkin kamu belum pernah mendengar bahwa Sampang kini secara resmi memiliki baju adat yang tidak hanya mencerminkan identitas kultural, tetapi juga memperkuat posisi daerah ini dalam peta kebudayaan Indonesia.

Pada 17 Desember 2022, Sampang resmi memperkenalkan empat jenis busana adat yang telah dirumuskan dengan cermat, melalui proses panjang yang melibatkan sejarah, budaya, dan kondisi sosial masyarakat. Tidak hanya sebagai simbol, busana adat ini kini menjadi bagian dari strategi memperkuat branding daerah sekaligus daya tarik wisata budaya.

Ketika kamu memikirkan baju adat Madura, mungkin gambaran yang muncul hanyalah kebaya sederhana dan sarung. Tapi Sampang mengajukan sesuatu yang lebih khas, lebih mendalam, dan lebih terstruktur. Empat jenis busana yang diperkenalkan memiliki karakter berbeda, dengan fungsi yang juga spesifik. Berikut detailnya:

1. Rashogan Cakranengrat: Keagungan Sang Pemimpin

Busana ini dikhususkan untuk Bupati dan Wakil Bupati Sampang. Dari desainnya, kamu bisa langsung merasakan kesan agung dan megah. Beskap hitam dari bahan bludru dipadu dengan sulaman emas yang mencerminkan kewibawaan. Batik bermotif seser menjadi bagian bawahannya, memperkuat unsur lokalitas yang kuat.

Pin cakranengrat yang melekat di dada pada busana ini bukan sekadar hiasan. Melainkan, menyimbolkan hubungan antara pemimpin dan sejarah kerajaan Madura, mengingatkan bahwa jabatan adalah amanah yang berakar pada nilai-nilai luhur. Penutup kepala berbentuk odheng tongkosan dan selop bludru hitam melengkapi penampilan resmi nan berwibawa.

Sementara itu, Ibu Bupati dan Wakil Bupati mengenakan busana setara, dengan sentuhan feminin yang anggun. Kebaya dengan kerah kartini dan bros kupu-kupu emas menciptakan perpaduan elegan antara kekuatan dan keindahan. Riasan rambut ghellung pale’ katopak serta bunga sekar mellok di kanan dan kiri menghadirkan simbol keseimbangan dan kesuburan.

2. Rashoghan Mangkubumi: Wibawa Para Pejabat

Jika kamu melihat para pejabat Forkopimda atau Eselon II di Sampang mengenakan busana hitam dengan detail halus, besar kemungkinan itu adalah Rashoghan Mangkubumi. Nama ini sendiri menunjukkan posisi yang tinggi dalam struktur sosial.

Beskap berbahan wall dilengkapi dengan kancing emas ganjil dan pin cakranengrat. Warna hitam dan emas menggambarkan kestabilan serta kejayaan. Batik seser kembali muncul, membangun kesinambungan antara busana pemimpin dan jajaran di bawahnya.

Untuk perempuan, kebaya berbahan bludru dengan motif klasik kerah kartini dan bros melati emas memperlihatkan kesan anggun dan berwibawa. Tak ada kesan berlebihan, tapi justru di situlah kekuatan estetikanya. Semua serba seimbang: warna, detail, dan makna. Setiap helai kain bukan sekadar pakaian, tetapi narasi kultural yang menyatu dalam penampilan.

3. Rashoghan Pongghaba: Representasi Pegawai Daerah

Kamu akan menemukan perbedaan mencolok antara Rashoghan Pongghaba dan dua busana sebelumnya. Meski masih mempertahankan warna dasar hitam, desainnya lebih sederhana. Inilah busana untuk para pegawai laki-laki dan perempuan di Sampang, yang tetap formal namun tidak terlalu megah.

Laki-laki mengenakan beskap hitam dengan list silver dan kancing ganjil, dipadukan dengan odheng model peredhen. Motif ini memberi kesan praktis namun tetap elegan. Sementara pegawai perempuan mengenakan kebaya hitam bludru dan bros bulat silver. Tidak ada ornamen mencolok, hanya penegasan identitas.

Menariknya, bagian bawah busana menggunakan batik motif ombak berwarna merah soga. Pilihan ini bukan tanpa alasan. Ombak adalah simbol dinamika dan semangat kerja. Warna merah soga sendiri merupakan perpaduan antara keberanian dan keteguhan hati. Jadi, kamu bisa melihat bahwa busana ini tidak hanya estetis, tetapi juga fungsional secara simbolis.

4. Rashoghan Maghersareh: Akar Masyarakat Madura

Dari semua jenis busana, Rashoghan Maghersareh adalah yang paling dekat dengan masyarakat umum. Dirancang untuk laki-laki dan perempuan dari kalangan non-pejabat, busana ini menghadirkan sentuhan budaya yang sangat otentik dan akrab.

Untuk laki-laki, atasan pesak dijadikan semacam kardigan dengan kaos bergaris merah putih di dalamnya. Celana hitam gombor dan ikat pinggang kulit melengkapi tampilan khas yang tegas. Penutup kepala berupa odheng tapoghen dan sandal kulit menghadirkan kesan sederhana namun kokoh.

Sementara perempuan mengenakan kebaya hitam brokat tanpa beff, dinar susun tiga sebagai pin, dan riasan rambut ghellung senthe’lan. Yang membuat busana ini semakin istimewa adalah kain batik Sampang yang digunakan: motif kembang jati, kon-sokon, daun perreng, dan ajem panjilaras, semua dalam nuansa merah soga. Tak hanya indah dipandang, tapi penuh dengan nilai lokal dan makna filosofis.

Busana Adat sebagai Cermin Identitas

Keempat busana adat ini bukan sekadar kain yang dirangkai indah. Ia adalah simbol. Ia adalah suara masyarakat Sampang yang berbicara kepada dunia bahwa mereka memiliki identitas kuat dan tak tergantikan. Dari Bupati hingga warga biasa, semua memiliki bagian dalam narasi budaya yang kini dijahit dalam bentuk busana.

Proses pembuatannya pun tak instan. Mungkin kamu tidak membayangkan bahwa butuh waktu cukup lama untuk merumuskan desain yang benar-benar mewakili sejarah, budaya, dan kehidupan sosial masyarakat Sampang. Tapi inilah bukti bahwa budaya tidak bisa diciptakan sembarangan. Ia harus lahir dari pemahaman mendalam, refleksi panjang, dan rasa hormat terhadap warisan leluhur.

Strategi Budaya dalam Dunia Modern

Mempromosikan busana adat bukan hanya soal estetika. Ini bagian dari strategi branding daerah. Di tengah persaingan antarwilayah yang semakin ketat dalam industri pariwisata dan ekonomi kreatif, memiliki identitas visual yang kuat bisa menjadi pembeda yang menentukan.

Kamu yang mencintai budaya bisa ikut berperan. Entah dengan mengenakannya di momen khusus, mempromosikannya di media sosial, atau sekadar bercerita tentangnya kepada orang lain. Busana adat bukan benda mati. Ia hidup jika terus dikenakan, dibicarakan, dan dijaga.

Warisan yang Harus Dijaga

Sampang mungkin belum sepopuler Bali atau Yogyakarta dalam urusan budaya, tapi lewat busana adat ini, ada sinyal kuat yang dikirimkan kepada generasi muda. Bahwa menjadi bagian dari budaya sendiri adalah sebuah kehormatan. Bahwa memakai baju adat bukan beban masa lalu, melainkan kebanggaan yang mengakar.

Ketika kamu melihat orang-orang Sampang mengenakan Rashoghan, kamu sedang menyaksikan keberanian untuk mempertahankan identitas di tengah arus global. Dan saat kamu mengenalnya lebih dalam, kamu akan sadar bahwa setiap jahitan, setiap motif, setiap lipatan kain, menyimpan cerita yang patut dirayakan.

Tags:
TRADISI
Link copied to clipboard.