Pantas Daul Tong-tong Viral di Madura!

Pantas Daul Tong-tong Viral di Madura!

Pantas Daul Tong-tong Viral di Madura! (Ilustrasi)

SastraNusa.id, Madura - Ketika malam turun di Madura dan cahaya lampu mulai merebut gelap, suara dentang logam mulai terdengar dari kejauhan. Denting demi denting membentuk irama ganjil yang memikat. Bukan dari alat musik modern, melainkan dari kentongan bambu dan potongan tong bekas yang dipukul anak-anak muda dengan semangat. Inilah suara dari tradisi yang tak hanya membuat malam menjadi hidup, tetapi juga memunculkan pertanyaan. Kenapa Daul Tong-tong bisa begitu populer di Madura?

Kamu mungkin tak pernah menyangka bahwa dentingan logam sederhana mampu menyihir ribuan pasang mata. Namun di Madura, hal biasa bisa menjadi luar biasa. Tradisi ini bukan sekadar hiburan malam. Ia adalah napas panjang dari warisan budaya yang terus dijaga oleh generasi muda. Dalam setiap hentakan suara itu, tersimpan semangat kolektif yang menyatukan warga desa hingga kota. Seolah setiap pukulan pada tong menjadi cara mereka mengusir sepi dan menegaskan jati diri.

Lahir dari Kebiasaan Ronda Malam


Awalnya, Daul Tong-tong berangkat dari kebiasaan ronda malam. Para lelaki kampung membawa kentongan bambu dan menyusuri jalan kampung untuk memastikan keamanan. Bunyi pukulan itu menjadi isyarat bahwa wilayah mereka dalam pengawasan. Dari kebiasaan itu, muncul bentuk ekspresi musikal yang terus berkembang. Bambu dan kaleng tidak lagi sekadar menghasilkan bunyi, tapi menjadi sumber musik.

Lalu muncul formasi yang lebih teratur. Satu grup bisa terdiri dari belasan orang. Ada yang memainkan ritme dasar dengan tong, ada yang menambahkan aksen memakai pelat logam bekas, dan ada pula yang membawa suara tinggi melalui alat tradisional Madura seperti saronen. Semua berpadu dalam harmoni yang membuat siapa pun sukar berpaling.

Kamu akan segera menyadari bahwa ini bukan musik jalanan biasa. Daul Tong-tong telah tumbuh menjadi pertunjukan budaya yang layak disaksikan siapa saja. Ia lahir dari tradisi, namun tumbuh sebagai seni bernyawa.

Mengikat Warga dalam Kebersamaan

Di Madura, semangat gotong royong masih berdenyut kuat. Daul Tong-tong menjadi alasan bagi orang-orang untuk berkumpul. Anak muda yang biasanya tenggelam dalam layar gawai kembali turun ke jalan. Mereka berkeringat bukan karena paksaan, tetapi karena cinta. Cinta pada tradisi yang membuat malam lebih berarti.

Dalam banyak kesempatan, Daul Tong-tong tidak lagi dianggap kegiatan iseng. Ia telah menjelma menjadi ajang unjuk bakat dan kreativitas. Setiap desa memiliki kebanggaan terhadap kelompok Daul-nya sendiri. Persaingan antar grup pun tak terhindarkan. Namun, semuanya tetap berada dalam semangat persaudaraan. Tak ada yang menang mutlak, sebab yang dirayakan bukan sekadar pemenang, melainkan keberanian untuk menjaga warisan.

Kamu akan melihat betapa meriahnya warga saat festival Daul Tong-tong digelar. Mereka datang berbondong-bondong, tak peduli hujan atau panas. Anak kecil hingga orang tua berderet di pinggir jalan, menyaksikan bagaimana bunyi dari bambu dan tong bekas berubah menjadi lagu yang penuh kehidupan.

Tumbuh Bersama Festival dan LLomba

Waktu berlalu dan perhatian mulai datang dari pemerintah daerah. Festival Daul Tong-tong pun menjadi acara rutin. Beberapa grup bahkan diundang tampil di luar Madura. Mereka memperkenalkan wajah lain dari Pulau Garam, wajah yang penuh semangat dan daya cipta. Wajah yang mampu mengubah tong bekas menjadi alat yang menciptakan kebanggaan.

Festival ini mempertemukan ratusan kelompok dari penjuru pulau. Setiap grup datang dengan kostum terbaik dan formasi musik paling kreatif. Mereka tampil di bawah sorotan lampu dengan percaya diri. Sebagian menambahkan narasi dalam penampilan mereka, menyampaikan isu sosial atau sejarah lokal. Hal itu menjadikan Daul Tong-tong tak hanya menarik dari sisi bunyi, tetapi juga penuh isi.

Kamu akan terpukau melihat bagaimana tradisi ini mampu menjangkau hati siapa pun. Dari petani hingga pelajar, dari nelayan hingga perantau yang sengaja pulang hanya untuk menonton. Daul Tong-tong menjadi magnet yang mempersatukan semuanya dalam irama yang tak asing.

Alat Sederhana dengan Makna Mendalam

Keunikan Daul Tong-tong juga terletak pada alat-alat yang digunakan. Tak ada instrumen mahal. Semuanya hasil daur ulang dan rakitan tangan. Tong bekas cat atau oli dibersihkan dan dilubangi. Bambu dipotong sesuai panjang nada. Pelat besi dicari dari bengkel tua dan diberi penyangga. Semua itu menjadi bagian dari orkestra jalanan yang tak hanya bersuara, tetapi juga berbicara.

Kamu akan memahami bahwa musik sejati tidak perlu kemewahan. Yang dibutuhkan hanyalah ketulusan dan semangat. Setiap pukulan dalam Daul Tong-tong mengandung kerja keras. Mereka berlatih malam demi malam untuk satu kali tampil. Tak ada bayaran yang dijanjikan. Namun mereka tetap melakukannya karena ada sesuatu yang lebih mahal dari uang, yaitu penghargaan atas identitas.

Simbol Ketahanan Budaya Madura

Di tengah gempuran budaya pop dan musik digital, Daul Tong-tong tetap bertahan. Ia seperti pohon tua yang akarnya menghujam dalam. Anak muda yang mendengarkan K-pop atau EDM tetap bisa mencintai suara logam dan bambu karena di sanalah mereka menemukan kedekatan dengan tanah kelahiran.

Tradisi ini bukan hanya hiburan. Ia adalah bentuk perlawanan. Perlawanan terhadap lupa, terhadap gengsi, terhadap globalisasi yang bisa menghapus akar budaya. Daul Tong-tong membuktikan bahwa yang lokal tidak kalah memikat dari yang global. Justru karena keasliannya, ia menjadi sangat berharga.

Kamu akan merasa seolah kembali ke masa lalu saat mendengar iramanya. Namun kamu juga akan merasakan bahwa masa lalu itu hidup dan bergerak di hadapanmu. Itulah kekuatan dari tradisi yang tidak hanya dikenang, tetapi juga terus dijalankan.

Pesan yang Terus Bergema

Lebih dari musik, Daul Tong-tong menyampaikan pesan yang dalam. Tentang kebersamaan. Tentang kreativitas. Tentang cinta pada warisan budaya. Ia mengajarkan bahwa sesuatu yang sederhana bisa menjadi berarti jika dilakukan bersama. Ia juga mengingatkan bahwa suara dari jalanan bisa lebih jujur daripada suara yang berasal dari panggung mewah.

Kamu yang pernah mendengar atau melihat langsung, akan sulit melupakannya. Sebab Daul Tong-tong bukan hanya suara, tetapi pengalaman. Ia bukan sekadar hiburan, tapi juga perenungan. Tradisi ini menunjukkan bahwa bunyi paling keras bisa berasal dari tempat paling sederhana. Dan karena kesederhanaan itu, suaranya menjadi tak tergantikan.

Selama masih ada anak muda yang memegang bambu dan memukul tong di malam hari, selama masih ada yang percaya bahwa dentingan logam bisa menyatukan hati, Daul Tong-tong akan terus hidup. Madura akan selalu memiliki denyut khasnya. Dan kamu akan selalu bisa menemukannya dalam suara yang menggema sepanjang malam.

Tradisi ini bukan sekadar warisan, tapi juga harapan. Ia membuktikan bahwa budaya lokal punya tempat di dunia yang terus berubah. Dan selama Daul Tong-tong masih dipukul, malam-malam di Madura akan terus bernyawa.(*)

 

Tags:
TRADISI
Link copied to clipboard.