TERBARU

10 Seni Jawa Kuno yang Masih Lestari hingga Sekarang!

10 Seni Jawa Kuno yang Masih Bertahan hingga Sekarang!
Seorang anak sedang memainkan salah satu seni dari 10 seni dalam artikel/ilustrasi

SastraNusa.id, Jawa - Seni Jawa kuno telah menjadi bagian tak terpisahkan dari jati diri masyarakat di Pulau Jawa. Meski zaman telah berganti dan modernisasi terus menggempur kehidupan, nyatanya warisan leluhur ini belum sepenuhnya punah. Justru di beberapa daerah, seni-seni tersebut terus dilestarikan bahkan menjadi simbol kebanggaan lokal yang diwariskan lintas generasi.

Dalam berbagai perayaan budaya, pertunjukan seni hingga ritual adat, kesenian Jawa kuno masih memainkan peran penting. Dari gamelan yang mengalun syahdu di keraton hingga ukiran rumit di pintu rumah Joglo, semua menunjukkan bahwa seni tidak hanya soal estetika, tapi juga spiritualitas dan filosofi hidup. Bahkan anak muda kini mulai menunjukkan minat baru terhadap kesenian tradisional setelah sempat tergerus zaman.

10 Seni Jawa Kuno yang Masih Lestari

Menurut Kiayi Jagat Pranata, seorang pengamat seni nusantara, kesenian Jawa kuno bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntunan. "Setiap gerakan tari, setiap petikan gamelan, semuanya mengandung nilai hidup. Kalau tidak dipahami, yang tersisa hanya hiburan. Tapi jika dicermati, itu adalah pelajaran hidup dari leluhur," ucapnya saat ditemui dalam acara Sarasehan Budaya di Yogyakarta.

1. Wayang Kulit, Kisah Leluhur yang Tak Pernah Mati

Wayang kulit menjadi ikon kesenian Jawa yang paling dikenal hingga mancanegara. Pertunjukan yang menggunakan tokoh-tokoh epik Mahabharata dan Ramayana ini tidak hanya menjadi hiburan malam, melainkan juga media pendidikan moral. Hingga kini, dalang-dalang seperti Ki Manteb Sudarsono dan generasi penerusnya tetap eksis mempersembahkan lakon wayang kepada khalayak luas, baik secara langsung maupun daring.

2. Gamelan, Alunan Jiwa yang Menenangkan

Instrumen musik gamelan telah menjadi jantung dalam banyak upacara adat dan pertunjukan seni. Dari suara kenong, saron, gong, hingga bonang, semua berpadu membentuk harmoni yang unik. Tidak sedikit sekolah dan universitas kini kembali mengajarkan gamelan sebagai bagian dari kurikulum seni dan budaya.

"Suara gamelan itu seperti meditasi. Menenangkan sekaligus membangun energi positif di ruang tempat ia dimainkan," jelas Kiayi Jagat Pranata sambil memperhatikan sekelompok anak muda yang sedang belajar gamelan di sebuah sanggar budaya.

3. Batik Tulis, Kain Bergambar Doa dan Harapan

Batik tulis bukan sekadar kain bercorak. Setiap motifnya menyimpan makna filosofis. Seperti motif parang yang melambangkan kekuatan atau motif kawung yang menggambarkan kesucian hati. Di tengah dominasi mode modern, batik tulis tetap bertahan dan bahkan diapresiasi dalam pentas busana dunia.

4. Tari Bedhaya, Gerak yang Penuh Kesakralan

Tari Bedhaya, khususnya Bedhaya Ketawang yang hanya ditarikan di lingkungan keraton, dikenal dengan gerakannya yang pelan, halus, dan penuh penghayatan. Penari harus dalam kondisi bersih lahir batin karena dipercaya tarian ini melibatkan komunikasi dengan dunia spiritual.

"Bedhaya bukan sembarang tarian. Ia adalah pertemuan antara dunia manusia dan leluhur. Itu sebabnya syaratnya sangat ketat," tutur Kiayi Jagat Pranata.

5. Keris, Lebih dari Sekadar Senjata

Keris dalam budaya Jawa memiliki makna yang dalam. Ia adalah simbol pusaka yang menyimpan tuah dan spiritualitas. Proses pembuatan keris tidak hanya teknis, melainkan juga penuh ritual dan laku prihatin. Di berbagai wilayah seperti Solo dan Yogyakarta, empu pembuat keris masih terus melestarikan teknik tempa warisan leluhur.

6. Ukir Jepara, Seni Menghidupkan Kayu

Ukiran kayu dari Jepara telah dikenal sejak zaman Ratu Kalinyamat. Setiap ukiran memiliki pola rumit yang mencerminkan kedalaman rasa dan filosofi hidup orang Jawa. Hingga kini, para pengrajin tetap mempertahankan gaya klasik sambil mencoba adaptasi dengan desain modern.

7. Macapat, Sastra Lisan yang Mengajarkan Hidup

Seni Macapat merupakan puisi lama atau radisional jawa yang dinanyikan dengan irama pakem atau tertentu. Setiap pupuh seperti Pangkur, Dandanggula, dan Kinanthi memiliki pakem nada dan makna khusus. Banyak pesan hidup dan kebijaksanaan yang terselip dalam tembang-tembang ini.

"Anak sekarang mungkin tidak tahu apa itu Pupuh Pangkur. Padahal di sana terkandung pelajaran tentang pengendalian diri dan keikhlasan," ujar Kiayi Jagat Pranata.

8. Reog Ponorogo, Semangat dan Keteguhan

Meski sering dikaitkan dengan kekuatan magis, Reog Ponorogo adalah simbol kekuatan, keberanian, dan keteguhan. Singo Barong yang menjadi ikon utama reog bukan sekadar topeng, melainkan cerminan dari kekuatan penguasa dan spiritualitas.

9. Topeng Malangan, Simbol Kehidupan dan Peran

Seni topeng dari Malang dikenal melalui tarian topeng Malangan yang menggambarkan berbagai peran kehidupan. Penari akan berganti-ganti topeng dalam satu pertunjukan, menunjukkan bahwa manusia memiliki berbagai wajah dalam hidupnya. Seni ini masih dilestarikan di sanggar-sanggar budaya di Jawa Timur.

10. Wayang Beber, Leluhur Komik Tradisional

Wayang beber merupakan bentuk seni naratif kuno di mana kisah ditampilkan lewat lukisan panjang di gulungan kain atau kulit. Setiap adegan dibeberkan satu per satu dan diceritakan oleh juru cerita. Meskipun kini hanya tersisa beberapa dalang wayang beber, seni ini masih mendapat perhatian di kalangan peneliti dan pegiat budaya.

Kesinambungan di Tengah Tantangan

Meskipun semua kesenian itu masih bertahan, nyatanya tidak sedikit yang kini berstatus nyaris punah. Tantangan datang dari kurangnya regenerasi dan perubahan minat generasi muda. Namun beberapa komunitas telah berupaya aktif merangkul anak-anak muda untuk kembali mencintai akar budayanya.

"Kalau seni ini mati, kita seperti kehilangan naskah hidup leluhur. Itu sebabnya pelestarian bukan hanya tugas budayawan, tapi juga semua elemen masyarakat," pungkas Kiayi Jagat Pranata menutup percakapan dengan nada harap.

Peringatan: Beberapa bentuk seni yang disebut dalam artikel ini berada dalam tahap pelestarian yang berbeda-beda. Keberlangsungan tiap seni sangat tergantung pada dukungan masyarakat, komunitas budaya, serta perhatian pemerintah dan media.*