Busana Kasokan Wakili Kekuatan Tiga Pilar Budaya Madura


SastraNusa.id, Madura - Keluarga Kasokan kembali mencuri perhatian dalam ajang Ritmik Madura 2025 lewat pertunjukan yang sarat akan nilai budaya. Salah satu sorotan utama memancar pada kostum yang dikenakan para anggota Kasokan.

Pasalnya kostum tersebut, memadukan tiga unsur penting dalam warisan budaya Madura. Ketiga unsur itu bukan hanya simbol tradisi, melainkan juga memiliki makna historis yang mendalam. Bahkan, salah satunya berasal dari warisan yang diciptakan oleh seorang raja besar di Madura Barat.

Sekedar diketahui, bahwa Ritmik Madura sendiri merupakan rangkaian acara yang digelar secara berkeliling dari ujung timur hingga ke barat Pulau Madura.

Dalam setiap pentasnya, Kasokan menampilkan garapan musik tradisional yang berpadu dengan alat musik modern seperti gitar, bass, dan perkusi kontemporer. Perpaduan ini memberi warna segar, namun tetap mempertahankan akar kebudayaan yang kuat.

Menariknya lagi, lagu-lagu yang disajikan juga membawa tema khas kasepuhan Madura, menggambarkan kisah-kisah masa lampau yang penuh nilai dan tentang ketuhanan.

Nah, pada pentas tersebut, busana yang dikenakan para penampil tak hanya menjadi pelengkap visual semata, Loh. Tetapi, juga menyimpan filosofi mendalam. Hal ini diungkapkan langsung oleh penulis novel Tirakat Cinta pada 20 Juli 2025.

Menurutnya, kostum yang dipakai anggota Kasokan mencerminkan makna simbolis dari jejak budaya Madura yang begitu kaya.

"Kostum itu merupakan warisan kekayaan yang ada di Madura," ucapnya.

Makna Filosofis di Balik Kostum Tradisional Madura

Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa terdapat tiga unsur utama yang membentuk kostum tersebut. Masing-masing berasal dari masa dan latar belakang yang berbeda.

Penggabungan ini menurut dia, bukan hanya soal estetika, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur yang masih relevan hingga kini.

"Dengan begitu, anggota Kasokan tidak diragukan soal melestarikan jejak leluhur," imbuhnya.

Ketiga unsur yang dimaksud adalah Tongkos, Rasob Pesa’, dan sarung batik. Masing-masing memiliki ciri khas tersendiri, baik dari segi fungsi maupun sejarah kemunculannya. Kombinasi dari ketiganya menjadikan kostum tersebut bukan hanya unik, tetapi juga sarat dengan pesan kebudayaan.

"Hanya saja kali ini, saya akan fokus pada fungsi dan makna saja," tegasnya.

Tongkos, Pesa’an, dan Sarung Batik: Simbol Sosial Madura

Tongkos, yang menjadi bagian paling mencolok, merupakan ikat kepala khas Madura. Menurut penulis yang dikenal dengan gaya jenakanya itu, Tongkos pertama kali diperkenalkan oleh Cakraningrat IV, salah satu raja besar di Madura Barat.

Kini, simbol tersebut kerap dipakai oleh tokoh-tokoh penting, seperti bupati dan wakil bupati. Sementara itu, Rasob Pesa’ dikenal sebagai baju khas rakyat biasa pada masa lalu. Adapun sarung batik, hingga kini identik dengan kalangan santri atau pelajar agama di Madura.

"Dari ini bisa dikatakan, bahwa pada pakaian yang dikenakan Kasokan ada penggabungan antara raja, masyarakat biasa, dan pelajar," tuturnya.

Sebagai seorang penulis yang juga dikenal sebagai pemerhati budaya Madura, dia menyatakan, bahwa jika ketiga elemen tersebut dianalisis melalui pendekatan hermeneutika secara khusus, maka akan tampak makna-makna tersirat yang sangat dalam.

Bagi dirinya, entah pemilihan kostum ini dilakukan secara sadar atau tidak, namun hasil akhirnya memberikan kesan yang luar biasa.

"Entah pemilihan pakaian ini disengaja atau tidak, tetapi maknanya sangat menakjubkan," ujarnya.

Representasi Sosial dalam Busana yang Dipakai Kasokan

Sebab dalam ketiga unsur kostum tersebut terdapat representasi simbolis yang mewakili tiga pilar penting dalam tatanan sosial Madura.

Yakni Tongkos sebagai simbol pemimpin, Pesa’an sebagai representasi masyarakat biasa, dan sarung batik sebagai wujud dari kalangan santri atau pelajar. Kombinasi ini menurutnya bisa menjadi cerminan ideal dari relasi sosial yang harmonis.

"Boleh dong kalau saya mengatakan bahwa raja harus mengayomi, santri bisa mengarahkan, sementara masyarakat menjadi objek sebagai pilar yang benar-benar harus diayomi dan diarahkan," pungkasnya.

Pitutur SastraNusa.id: Ritmik Madura 2025, melalui pementasan Kasokan ini, bukan hanya memperlihatkan kesenian dalam bentuk pertunjukan musik. Lebih dari itu, bahkan menjadi ruang dialog kultural yang mempertemukan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Lewat kostum yang mereka kenakan, tersampaikan pesan bahwa budaya bukan sekadar warisan, melainkan juga fondasi nilai yang harus terus dirawat, dimaknai, dan dihidupkan.*

Liputan Eksekutif

Tidak ada komentar untuk "Busana Kasokan Wakili Kekuatan Tiga Pilar Budaya Madura"