Rangkap Jabatan ASN di Poktan, Pengabdian atau Pelanggaran?
![]() |
Rangkap Jabatan ASN di Poktan, Pengabdian atau Pelanggaran? (Foto : Ilustrasi/SN) |
SastraNusa.id,_ Keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam kegiatan masyarakat, termasuk kelembagaan petani seperti kelompok tani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan), kerap dipandang sebagai bentuk pengabdian sosial.
Namun ketika ASN memegang jabatan struktural seperti ketua atau bendahara dalam organisasi tersebut, muncul pertanyaan serius: Apakah ini bentuk pengabdian atau justru sebuah pelanggaran?
Di berbagai daerah, tidak sedikit ASN yang dipercaya menjadi ketua Poktan karena dinilai cakap, berpendidikan, dan memiliki kemampuan administratif. Mereka kadang berdalih bahwa peran itu dilakukan demi membantu masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi.
Namun, kondisi tersebut tak bisa dilepaskan dari ketentuan hukum dan prinsip netralitas yang mengikat setiap ASN.
Poktan Bukan Organisasi Biasa
Poktan dan Gapoktan bukanlah sekadar perkumpulan petani biasa. Di bawah regulasi Kementerian Pertanian, lembaga ini menjadi pintu utama dalam mengakses berbagai program bantuan pemerintah, seperti pupuk bersubsidi, benih, alat pertanian, hingga pelatihan dan penyuluhan.
Ketua Poktan memiliki tanggung jawab besar dalam mengusulkan program, menandatangani administrasi, hingga menerima dan mendistribusikan bantuan. Oleh sebab itu, jabatan ini memiliki potensi strategis yang rawan konflik kepentingan jika dipegang oleh ASN, terlebih bila ASN tersebut bekerja di instansi yang bersinggungan langsung dengan program pertanian.
Regulasi Tegas Larang Jabatan Rangkap
Secara normatif, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil melarang PNS menyalahgunakan jabatan atau wewenangnya untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Lebih spesifik lagi, dalam konteks rangkap jabatan, ASN juga dilarang menduduki posisi struktural pada lembaga non-pemerintah tanpa izin dari pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Selain itu, UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN juga mengatur bahwa setiap ASN wajib menjunjung tinggi nilai dasar, kode etik, dan netralitas. Ketika seorang ASN memimpin Poktan yang menjadi penerima bantuan, terdapat kekhawatiran bahwa jabatannya akan digunakan untuk memengaruhi proses verifikasi, seleksi, atau distribusi bantuan yang seharusnya bersifat objektif dan profesional.
Antara Niat Baik dan Etika Publik
Di lapangan, banyak ASN mengaku diminta langsung oleh warga atau sesama petani untuk memimpin Poktan. Sebagian dari mereka bahkan sudah lama aktif bertani dan dianggap paling memahami administrasi kelompok. Alasan ini kerap dijadikan pembenaran atas keterlibatan mereka.
Pemuda sekaligus Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sampang, Cak Ben, menegaskan bahwa pengabdian sosial harus dibedakan dari tanggung jawab institusional.
"ASN memang bisa membantu masyarakat, tapi bukan berarti bisa memegang kendali penuh dalam organisasi penerima manfaat negara. Di situ ada ruang abu-abu yang bisa disalahgunakan jika tidak diawasi ketat," ujarnya.
Situasi semacam ini sering kali menempatkan ASN pada posisi dilematis. Di satu sisi, mereka ingin mendampingi petani secara aktif, tetapi di sisi lain terikat pada aturan disiplin dan netralitas birokrasi.
Jalan Tengah: Terlibat, Tapi Tidak Mengatur
Solusi ideal yang ditawarkan berbagai kalangan adalah memperjelas peran ASN dalam Poktan. ASN masih bisa ikut dalam kegiatan pertanian dan menjadi anggota biasa, selama tidak menjabat sebagai ketua, sekretaris, atau bendahara. Peran mereka bisa difokuskan pada edukasi, pendampingan, atau fasilitasi tanpa menyentuh ranah administratif yang berisiko.
Jika pun terpaksa menjabat, maka wajib hukumnya bagi ASN tersebut untuk mengajukan izin rangkap jabatan kepada PPK secara tertulis dan mendapatkan pertimbangan objektif terkait potensi konflik kepentingan.
Lebih jauh, pemerintah daerah juga perlu menyusun panduan teknis tentang keterlibatan ASN dalam kelembagaan masyarakat desa, agar tidak terjadi kebingungan atau multitafsir di tingkat bawah.
Penutup: Etika dan Keteladanan ASN Dipertaruhkan
Menjadi ASN adalah sebuah kehormatan yang melekat dengan tanggung jawab menjaga integritas dan profesionalisme. Ketika ASN memilih untuk memimpin Poktan tanpa izin yang sah, maka bukan hanya regulasi yang dilanggar, tetapi juga kepercayaan publik terhadap netralitas birokrasi.
Pengabdian sejati bukan terletak pada posisi, tetapi pada kebermanfaatan. ASN bisa tetap membantu petani tanpa harus memimpin kelembagaan yang bersentuhan langsung dengan dana atau program pemerintah. Etika, integritas, dan transparansi harus tetap menjadi kompas utama, di mana pun seorang ASN berdiri.
Catatan Redaksi: Artikel ini ditulis berdasarkan analisis terhadap PP 94 Tahun 2021, UU ASN, serta pengamatan di sejumlah daerah. Jika ada ASN yang menjabat di Poktan, sebaiknya segera berkonsultasi dengan atasan langsung atau pejabat pembina kepegawaian untuk menghindari potensi pelanggaran disiplin.*
Tidak ada komentar untuk "Rangkap Jabatan ASN di Poktan, Pengabdian atau Pelanggaran?"