Korupsi Dana Desa Bakal Kena Pasal ini!

Korupsi Dana Desa Bakal Kena Pasal Ini
Korupsi Dana Desa Bakal Kena Pasal ini (Ilustrasi)

SastraNusa.id - Ada harapan besar yang disematkan pada dana desa. Sejak program ini digulirkan, jutaan mata memandang ke pelosok dengan semangat baru. Dana desa bukan hanya sekadar angka dalam APBN, tapi juga menjadi simbol kepercayaan terhadap pembangunan dari bawah. Kamu mungkin pernah mendengar kisah sukses desa yang berubah wajahnya berkat bantuan ini. Jalan diperbaiki, irigasi dibangun, balai desa dipugar. Semua terlihat menjanjikan.

Namun di balik optimisme itu, ada bayang-bayang gelap yang mulai tumbuh. Bukan rahasia lagi jika sebagian pihak justru menyulap dana desa menjadi pundi-pundi pribadi. Mereka lupa bahwa setiap rupiah dari negara bukan untuk memperkaya diri, melainkan untuk mengangkat kehidupan banyak orang.

Laporan dari Desa ke Meja Hijau

Kamu bisa menyaksikan sendiri di banyak media, bagaimana kepala desa atau perangkat desa digiring ke meja hijau. Mereka yang dulunya dielu-elukan karena dianggap membawa perubahan, kini justru jadi tersangka. Modusnya beragam. Ada yang memalsukan laporan keuangan, ada yang mengalihkan proyek ke rekanan fiktif, bahkan ada yang menarik uang tunai langsung tanpa jejak akuntansi.

Contoh terbaru bisa kamu lihat dari kasus yang terjadi di beberapa daerah pada awal tahun ini. Seorang kepala desa di Sulawesi terbukti menggelapkan dana hingga ratusan juta. Modusnya sederhana. Ia mencairkan dana untuk pembangunan fasilitas umum, namun nyatanya tak ada satu pun bangunan yang berdiri. Semua lenyap tanpa bekas, kecuali saldo rekening pribadinya yang menggemuk.

Pasal-Pasal yang Sudah Mengintai

Bagi kamu yang masih berpikir bahwa korupsi dana desa bukan perkara besar, ada baiknya membaca ulang Undang-Undang yang berlaku. Sebab ada sejumlah pasal yang bisa menjerat pelaku, bahkan ancamannya bisa lebih dari sekadar kehilangan jabatan. Penjara puluhan tahun menanti mereka yang terbukti menyalahgunakan dana negara.

Pertama, ada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, dapat dipidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun. Belum lagi dengan denda yang bisa mencapai satu miliar rupiah.

Lalu jika perbuatannya dilakukan bersama-sama atau ada pihak lain yang turut serta, maka pasal 55 dan 56 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga bisa diterapkan. Bahkan kalau uang hasil korupsi digunakan untuk tujuan tertentu yang merugikan masyarakat, bisa dikenakan pasal berlapis.

Kamu juga perlu tahu bahwa pelaku bisa dikenai pidana tambahan. Bukan cuma harus mengembalikan uang, mereka juga bisa dicabut hak politiknya. Ini penting untuk mencegah agar mereka tak lagi duduk di posisi strategis dan mengulangi perbuatannya.

Dari Jeruji ke Kesadaran Kolektif

Tentu kamu berharap semua desa bisa menjadi tempat tumbuhnya kemajuan. Tapi harapan itu akan sulit terwujud jika pelaku korupsi terus dibiarkan. Memang hukum bisa memberi efek jera, namun jauh lebih baik jika kesadaran tumbuh dari dalam. Masyarakat desa kini mulai belajar untuk tidak hanya menerima bantuan, tapi juga mengawasi penggunaannya.

Laporan keuangan desa kini sudah bisa diakses secara terbuka. Bahkan ada beberapa daerah yang menerapkan sistem digitalisasi anggaran desa. Langkah ini penting agar tak ada ruang gelap yang bisa dimanfaatkan oleh oknum. Jika kamu tinggal di desa, cobalah untuk lebih aktif mengikuti musyawarah dan pengawasan dana desa. Sebab suara kamu penting dalam menjaga amanah negara.

Antara Godaan dan Tanggung Jawab

Dana desa adalah godaan bagi mereka yang lemah iman. Jumlahnya besar dan pengawasannya tidak seketat dana pusat. Maka dari itu, tanggung jawab moral dari para pejabat desa sangat menentukan. Jika mereka benar-benar memegang teguh niat untuk membangun, dana desa bisa jadi jalan pembuka kemajuan.

Namun jika yang ada justru niat memperkaya diri, maka dana desa bisa berubah menjadi alat pemiskinan berjamaah. Alih-alih membawa kemakmuran, justru menciptakan ketimpangan. Hal ini bukan hanya soal uang yang lenyap, tapi juga hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Contoh yang Harus Ditiru dan Dihindari

Ada desa yang patut kamu jadikan teladan. Di sebuah desa di Jawa Tengah, kepala desa berhasil membentuk sistem audit internal yang ketat. Setiap anggaran harus melalui persetujuan tiga lembaga, dan hasil proyek harus bisa diverifikasi langsung oleh warga. Tak heran jika desa ini selalu mendapatkan penghargaan dari pemerintah provinsi.

Sebaliknya, di daerah lain, seorang kepala desa justru nekat memalsukan tanda tangan bendahara untuk mencairkan dana proyek fiktif. Tak butuh waktu lama, ia diproses oleh Kejaksaan Negeri dan divonis tujuh tahun penjara. Ini menjadi bukti bahwa hukum berjalan dan pelaku akan menuai akibatnya.

Langkah Awal untuk Menjaga Amanah

Jika kamu punya jabatan di desa, atau kenal dengan mereka yang mengemban tanggung jawab itu, ingatkan satu hal sederhana. Uang negara adalah amanah. Sekali kamu menyalahgunakannya, jejaknya akan abadi. Bahkan jika lolos dari hukum dunia, masih ada pengadilan yang lebih tinggi menunggu.

Menjaga dana desa sama artinya dengan menjaga masa depan. Bukan hanya masa depan infrastruktur, tapi juga masa depan anak-anak yang ingin tumbuh dalam lingkungan yang lebih baik. Kamu mungkin merasa bahwa perbuatan kecil tak berarti, tapi dari situlah perubahan dimulai.

Korupsi dana desa bukan sekadar pelanggaran hukum. Ia adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Jika kamu mencintai desamu, maka sudah seharusnya kamu turut menjaga aliran dana agar tetap jernih. Hukum memang akan menjerat, tapi kesadaran kolektif bisa mencegah.

Tak ada pembangunan yang berhasil jika diawali dengan kebohongan. Maka mari jaga dana desa, bukan hanya dengan pasal, tapi juga dengan nurani. 

Disclaimer: Informasi pasal yang tercantum di atas merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku hingga tahun 2025. Setiap kasus dapat memiliki konteks hukum yang berbeda dan penegakan hukum akan mengikuti prosedur resmi yang ditentukan oleh aparat berwenang.

Link copied to clipboard.