![]() |
Ilustrasi Pernikahan/Pixabay/Gimono |
SastraNusa.id - Kamu mungkin mengira pernikahan selebriti hanya soal glamor, gaun mewah, dan pesta yang membakar ratusan juta rupiah. Tapi apa yang dilakukan Luna Maya dan Maxime Bouttier pada 7 Mei 2025 di Bali membalik anggapan itu. Mereka tak sekadar menikah, mereka menyucikan jiwa.
Menurut penelusuran SastraNusa.id, sebelum ijab kabul terucap, sepasang selebriti ini menjalani ritual yang jarang disentuh dunia hiburan, yakni, *melukat*. Mungkin kamu belum begitu akrab dengan istilah ini, tapi bagi masyarakat Bali, melukat bukan hal baru. yakni, jalan untuk membersihkan diri. Bukan dari debu dan daki, tapi dari hal-hal yang mengendap dalam pikiran dan batinmu.
Melukat itu Semacam Jalan Sunyi Menuju Diri Sendiri
Kata melukat berasal dari sulukat, yakni "su" berarti baik, dan "lukat" berarti penyucian. Jadi kalau kamu merasa hidup ini kadang sumpek, penuh beban yang tak jelas asalnya, melukat adalah semacam tombol reset.
Melalui air suci yang mengalir dari pancuran alam, tubuhmu akan disiram. Tapi yang dibersihkan bukan kulit, melainkan pikiran dan jiwa.
Dalam prosesnya, seorang pemangku atau pemuka adat membacakan mantra. Kamu tak harus memahaminya, tapi kamu akan merasakannya. Diam-diam, ada bagian dalam dirimu yang seperti kembali pulang.
Di Balik Air, Ada Niat
Ritual ini dilakukan sehari sebelum pernikahan Luna dan Maxime. Tempatnya tak diumumkan secara detil, tapi dari cuplikan di akun TikTok @luna\_bouttier, suasananya terasa khusyuk. Bukan sensasi yang biasa kamu lihat dari pesta artis, kan?
Keduanya menjalani Melukat Semarabeda, yakni, termasuk jenis melukat yang khusus dilakukan menjelang pernikahan. Tujuannya? Menyucikan calon pengantin dari energi negatif yang mungkin masih menempel, agar janji yang terucap nanti bersih dari bayang-bayang masa lalu.
Kain yang Menyimpan Kenangan
Ada satu momen yang membuat hati kamu mungkin ikut nyesek, yaitu, ketika Luna dan Maxime mengenakan kain batik rancangan Denyut Semesta, label milik Asri Welas. Tapi ini bukan kain biasa. Di situ tergambar wajah-wajah yang pernah mereka peluk, namun kini hanya hidup dalam kenangan.
Maxime mengenakan batik bergambar ibunya dan dirinya semasa kecil. Sedangkan Luna, mengenakan kain dengan lukisan wajah sang ayah, almarhum Uut Bambang Sugeng.
Saat kain itu disampirkan ke tubuh mereka, Maxime dibantu seorang pria, Luna oleh seorang perempuan. Kamu bisa merasakan getar yang tak bisa dijelaskan dengan kata. Seolah para leluhur mereka hadir dan memberi restu dalam diam.
Dari Tradisi Menjadi Tren Jiwa
Beberapa tahun belakangan, melukat jadi magnet baru dalam dunia wisata Bali. Bukan cuma umat Hindu Bali yang menjalaninya. Banyak wisatawan dari berbagai negara, lintas agama, bahkan selebriti dunia yang datang ke Bali untuk merasakan proses ini. Ada yang benar-benar mencari penyembuhan, ada juga yang sekadar ingin foto estetik.
Tapi penting buat kamu tahu, ritual ini punya akar yang dalam dalam keyakinan masyarakat Bali. Salah satu Profesor dari Universitas Udayana menyebut, bahwa, melukat sebagai irisan antara ibadah dan pariwisata spiritual.
Artinya, kamu boleh ikut, tapi bukan untuk dipamerkan. Kalau niatmu benar, melukat bisa jadi pintu untuk mengenal dirimu lebih dalam.
Bukan Gimik, Tapi Pilihan Jiwa
Ketika pasangan seperti Luna dan Maxime memilih untuk menjalani melukat, itu bukan sekadar demi konten. Mereka bisa saja langsung menikah tanpa perlu ritual ini. Tapi mereka memilih untuk berhenti sejenak, menengok ke dalam. Membersihkan hati, merapikan niat.
Dan kamu tahu? Di dunia yang serba cepat ini, berhenti dan hening itu adalah tindakan radikal. Saat semua berlomba-lomba menunjukkan pesta, mereka memilih menyentuh langit lewat air suci.
Tradisi dan Cinta Bisa Berjalan Bersama
Dalam kehidupan modern, banyak orang berpikir bahwa cinta adalah soal perasaan, dan tradisi hanyalah masa lalu. Tapi Luna dan Maxime membuktikan hal sebaliknya loh.
Mereka menggabungkan cinta dan adat dalam satu tarikan napas. Dari prosesi melukat hingga pemilihan kain batik yang penuh makna, semuanya adalah bukti bahwa kamu bisa tetap relevan tanpa kehilangan akar.
Mereka tidak hanya memperlihatkan kasih sayang pada satu sama lain, tapi juga pada budaya yang membesarkan mereka. Itu bukan hal kecil. Itu adalah bentuk keberanian.
Bali, Tanah yang Menerima Semua
Bali bukan hanya pulau indah untuk liburan. Ia adalah tempat yang memeluk siapa pun yang datang dengan niat baik. Tak peduli kamu dari mana, apa agamamu, atau siapa yang kamu cintai, Bali memberi ruang untukmu menjalani proses penyembuhan dan pembersihan.
Itulah kenapa tempat ini jadi panggung yang sempurna untuk Luna dan Maxime. Mereka datang bukan hanya sebagai sepasang kekasih, tapi sebagai manusia yang ingin merayakan cinta dengan kesadaran penuh.
Tak Cuma Pernikahan, Tapi Doa Panjang
Pernikahan Luna dan Maxime bukan hanya tentang janji di altar atau panggung resepsi. Ia adalah doa panjang yang dimulai dengan air, kenangan, dan rasa hormat pada mereka yang sudah tiada.
Dan ketika mereka berkata “ya,” itu bukan cuma untuk satu sama lain, tapi juga untuk nilai-nilai yang mereka bawa masuk ke rumah tangga.
Jadi kalau suatu hari kamu berpikir menikah hanyalah soal legalitas dan resepsi, ingatlah bahwa ada cara lain. Cara yang lebih hening. Lebih dalam. Dan lebih membekas.
Cinta yang Menyucikan
Selamat untuk Luna Maya dan Maxime Bouttier. Semoga pernikahan mereka menjadi perahu yang kuat di tengah ombak kehidupan. Bukan hanya karena kalian saling mencintai, tapi karena kalian tahu bagaimana menyucikan cinta itu sebelum dilayarkan.*