Glenun! Ini Ucapan Permisi Khas Orang Madura
![]() |
Ilustrasi seorang mengucapkan permisi dengan menggunakan bahasa Madura/Tekno/AI |
Sastranusa.id, Madura– Kamu mungkin pernah bertemu dengan orang Madura yang berjalan melintasi lorong sempit di antara rumah-rumah penduduk. Mereka akan mengucapkan satu frasa yang terdengar khas, kadang terdengar seperti “glenun,” atau “tak langkong,” atau juga “amit pak.” Ucapan ini bukan sekadar basa-basi. Di balik kata-kata itu, tersimpan tata krama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Madura.
Berbeda dengan kata “permisi” dalam Bahasa Indonesia yang cukup universal diucapkan dalam berbagai situasi, di Madura, ucapan permisi menjadi bagian dari sistem nilai sosial. Ungkapan itu bukan hanya penanda bahwa seseorang akan lewat, tapi juga isyarat bahwa dirinya menghormati keberadaan orang lain. Saat kamu melewati lorong yang dekat dengan rumah orang Madura dan tahu di dalam rumah itu ada penghuninya, kamu akan dianggap tak sopan jika lewat begitu saja tanpa berkata apa-apa.
Menariknya, setiap wilayah di Madura bisa saja memiliki variasi pengucapan yang sedikit berbeda. Namun semangatnya tetap sama, yaitu sebagai bentuk etika dan penghormatan. Ucapan “glenun,” “tak langkong,” atau “amit pak” menjadi bagian dari warisan tutur yang hidup dalam keseharian warga Madura hingga sekarang.
Makna di Balik Kata “Glenun” dan Ungkapan Lainnya
Jika kamu mendengar seseorang mengatakan “glenun” saat melintas di depan rumah, artinya orang itu sedang meminta izin secara sopan. Kata “glenun” digunakan untuk menyampaikan niat lewat tanpa mengganggu atau tanpa memberi kesan lancang. Dalam budaya Madura, lorong sempit di antara rumah dianggap bagian dari ruang yang dihormati, meski secara teknis itu adalah ruang publik.
Kata lain yang sering digunakan adalah “tak langkong,” yang secara harfiah berarti “saya lewat.” Meski sederhana, ungkapan itu sarat dengan pesan sopan santun. Ucapan ini biasanya keluar begitu saja, nyaris otomatis, karena telah diajarkan sejak kecil. Bukan hanya sopan, tetapi juga mencerminkan hubungan sosial yang akrab dan penuh kesadaran akan keberadaan orang lain.
Selain dua kata itu, ada pula yang mengucapkan “amit pak,” terutama jika penghuni rumah yang dilewati adalah laki-laki yang lebih tua. Kata “amit” berarti permisi, sementara “pak” adalah panggilan hormat. Ini menunjukkan betapa pentingnya rasa hormat terhadap yang lebih tua dalam kebudayaan Madura.
Bukan Hanya Bahasa, Tapi Refleksi Tata Nilai Sosial
Mengucapkan permisi saat melintas bukan sekadar formalitas. Ini adalah bagian dari budaya saling menghargai. Jika kamu tinggal di lingkungan Madura dan lupa mengucapkan salah satu dari tiga kata tadi, kamu bisa dianggap tidak tahu adat. Warga bisa menilai bahwa kamu kurang memiliki sopan santun, meskipun kamu tidak bermaksud begitu.
Dalam banyak kasus, ucapan permisi ini juga bisa jadi pembuka obrolan singkat. Misalnya, saat seseorang berkata “glenun,” bisa saja penghuni rumah membalas dengan senyuman, anggukan, atau bahkan ajakan mampir. Di sinilah nilai sosial dari sebuah bahasa menjadi nyata. Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga jembatan silaturahmi.
Kebiasaan ini tak hanya ditemukan di desa-desa Madura, tapi juga terbawa hingga ke kota. Banyak warga Madura yang merantau ke Surabaya, Jakarta, atau daerah lain tetap mempertahankan tradisi ini. Meski konteks sosialnya berubah, prinsip dasarnya tetap: menghormati ruang orang lain dengan ucapan sopan.
Pentingnya Memelihara Bahasa Daerah yang Sopan
Di tengah perkembangan zaman yang serba cepat, ungkapan-ungkapan tradisional seperti “glenun” sering kali mulai terpinggirkan. Generasi muda Madura yang lebih sering berbicara dalam Bahasa Indonesia atau bahkan Bahasa Inggris, bisa jadi tidak mengenal istilah ini secara mendalam. Padahal, bahasa ini adalah bagian dari jati diri.
Guru bahasa daerah di beberapa sekolah di Madura pun terus mendorong siswa agar tidak malu menggunakan bahasa lokal, termasuk ungkapan-ungkapan sopan seperti ini. Mereka mengajarkan bahwa bahasa daerah bukan hanya soal komunikasi, tapi juga bagian dari kesadaran budaya.
Selain itu, dalam acara adat, pertemuan warga, hingga khutbah keagamaan, para tokoh masyarakat Madura sering menyinggung pentingnya menjaga sopan santun dalam tutur kata. Termasuk ketika melintas di lorong sempit, atau lewat depan rumah orang lain.
Lorong Bukan Sekadar Jalan, Tapi Ruang Sosial
Kamu perlu tahu bahwa di banyak perkampungan Madura, lorong sempit di antara rumah penduduk memiliki makna khusus. Lorong itu bisa jadi bukan milik pribadi, tapi jika di salah satu sisi ada rumah dengan penghuninya, maka lorong itu jadi ruang yang harus dihormati. Ucapan permisi saat melewati lorong tersebut adalah bentuk kesadaran akan etika lokal.
Di sinilah terlihat bahwa budaya Madura sangat memperhatikan relasi antarwarga. Tak heran jika ungkapan permisi tetap dilestarikan meski teknologi dan gaya hidup berubah. Mereka tahu, nilai-nilai semacam ini harus dipertahankan agar hubungan sosial tetap harmonis.
Jika kamu datang ke Madura, cobalah perhatikan bagaimana warganya berinteraksi. Banyak hal kecil yang terlihat sepele, tapi sebenarnya sangat berarti. Termasuk saat seseorang berjalan perlahan melewati lorong, lalu berkata “glenun,” sambil menundukkan kepala sedikit. Di balik itu, ada sikap menghormati, ada kepekaan sosial, dan ada rasa saling menjaga kenyamanan satu sama lain.
Bahasa Madura untuk permisi ternyata memiliki kekayaan makna dan fungsi sosial yang penting. Ucapan seperti “glenun,” “tak langkong,” dan “amit pak” bukan hanya sekadar basa-basi, tapi juga bentuk penghormatan terhadap ruang dan keberadaan orang lain. Ini adalah warisan budaya yang terus dijaga oleh masyarakat Madura, baik di kampung halaman maupun di perantauan.
Saat kamu melintas di depan rumah orang Madura, apalagi jika rumah itu memiliki lorong terbuka dan penghuninya ada di dalam, jangan lupa ucapkan salah satu dari kata-kata itu. Sederhana, tapi sangat bermakna. Sebuah bentuk sopan santun yang tidak akan lekang oleh zaman.*
Tidak ada komentar untuk " Glenun! Ini Ucapan Permisi Khas Orang Madura"