Ketika Guru PAUD Mengetuk Gedung Wakil Rakyat: Suara dari Sampang untuk Pengakuan yang Terlupakan

 

Ketika Guru PAUD Mengetuk Gedung Wakil Rakyat: Suara dari Sampang untuk Pengakuan yang Terlupakan
Foto bersama HIMPAUDI dan DPRD Sampang di ruang audiensi resmi ( Foto : Doc/ Himpaudi Kabupaten Sampang )

SastraNusa.id, Sampang Selasa, 8 Juli 2025, aula Gedung DPRD Kabupaten Sampang tak seperti biasanya. Tak ada debat politik, tak pula agenda anggaran yang biasanya mendominasi ruang sidang. Yang ada hanyalah suara tulus dari para pendidik yang kerap terlupakan—para guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Mereka datang membawa harapan, membawa keresahan, dan membawa satu permintaan yang sederhana namun sudah lama diperjuangkan: pengakuan.

Di bawah bendera Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI), para guru PAUD Kabupaten Sampang melakukan audiensi resmi dengan jajaran anggota DPRD lintas fraksi.

Audiensi yang dipimpin langsung oleh Ketua HIMPAUDI Kabupaten Sampang, Rosul, M.Pd merupakan representasi dari suara ratusan bahkan ribuan guru PAUD yang selama ini berjalan di ruang gelap sistem pendidikan nasional.

Kami bukan ingin lebih, kami hanya ingin setara. Kami tidak meminta keistimewaan, kami hanya ingin diakui,” ungkap Rosul dengan nada tenang namun sarat makna.

Ungkapan itu mencerminkan kelelahan panjang—perjalanan sunyi dari para guru PAUD yang telah mengabdi bertahun-tahun tanpa status, tanpa pelatihan yang jelas, tanpa tunjangan, dan tanpa kesempatan untuk bersuara di ruang kebijakan.

Tiga Tuntutan, Satu Tekad

Dalam audiensi tersebut, HIMPAUDI menyampaikan tiga poin utama yang menjadi tuntutan bersama:

  1. Pengakuan formal terhadap status dan profesi guru PAUD non formal

  2. Standarisasi pelatihan dan sertifikasi melalui PPG

  3. Peningkatan kesejahteraan dan pemberian insentif yang adil

Ketiga tuntutan itu kemudian dituangkan dalam sebuah spanduk putih besar yang terbentang di sisi ruang sidang. Di situlah para anggota dewan satu per satu membubuhkan tanda tangan, sebagai bentuk komitmen dan solidaritas.

Ketika Guru PAUD Mengetuk Gedung Wakil Rakyat: Suara dari Sampang untuk Pengakuan yang Terlupakan
Ketua Komisi IV dari Fraksi PKS, Mahfud, teken dukungan kesetaraan guru PAUD (Foto : Doc/Himpaudi Kabupaten Sampang ) 

Tanda tangan itu adalah pesan bahwa mereka tak sekadar mendengar, tapi bersedia bertindak. Ia menjadi simbol—bahwa wakil rakyat bersedia mengambil peran dalam perjuangan yang selama ini didiamkan banyak pihak.

Komitmen ini paling awal datang dari Ketua Komisi IV DPRD Sampang, Mahfud dari Fraksi PKS.

Guru PAUD adalah peletak dasar karakter bangsa. Mereka adalah aktor utama dalam pendidikan anak usia dini. Sudah saatnya negara memberi ruang, bukan lagi sekadar apresiasi lisan,” tegas Mahfud dalam pernyataannya yang disambut anggukan setuju dari peserta audiensi.

Dukungan Lintas Fraksi

Dukungan terhadap perjuangan guru PAUD juga datang dari Wakil Ketua Komisi III, Iwan Efendi dari Fraksi PDIP. Menurutnya, guru PAUD kerap terjebak dalam ketidakjelasan hukum, padahal mereka berhadapan langsung dengan fase krusial pertumbuhan anak-anak Indonesia.

Ini bukan sekadar isu pendidikan, ini menyangkut masa depan karakter bangsa. Kami siap membawa isu ini ke pusat, ke DPR RI, agar ada regulasi yang berpihak,” ujarnya.

Senada dengan itu, Shohibus Sulton dari Fraksi Gerindra dan Vany dari Fraksi PPP juga menyatakan dukungannya.

Vany menekankan pentingnya peningkatan kesejahteraan sebagai faktor utama dalam meningkatkan mutu pendidikan PAUD.

Sedangkan Shohibus menggarisbawahi bahwa sistem pendidikan dasar yang ideal harus dimulai dari keadilan bagi pendidik usia dini.

Kehadiran lintas fraksi ini menguatkan harapan bahwa perjuangan guru PAUD bukan lagi hanya wacana pinggiran. Ia mulai masuk ke meja kebijakan, menembus ruang-ruang legislatif, dan menggugah nurani wakil rakyat.

Sohibus Sulton dari Fraksi Grindra, disaksikan oleh ketua Komisi IV Mahfud, dan Vany dari Fraksi PPP (Foto : Doc/Himpaudi Kabupaten Sampang)

Perjuangan dari Pinggiran: Suara Sunyi yang Kini Menggema

Para guru PAUD yang hadir hari itu bukan berasal dari sekolah-sekolah elite di kota. Sebagian besar dari mereka datang dari pelosok desa. Mengajar dengan sarana terbatas, fasilitas seadanya, dan kadang tanpa honor yang jelas. Namun mereka tetap bertahan. Mereka tidak memilih profesi ini karena kemewahan, melainkan karena keyakinan bahwa pendidikan karakter harus dimulai dari usia dini.

Ketua HIMPAUDI, Rosul, menegaskan bahwa HIMPAUDI akan terus mendorong lahirnya regulasi yang berpihak, baik melalui jalur aspirasi legislatif maupun jaringan nasional. Ia juga mengajak semua guru PAUD untuk terus berkarya dan bersuara.

Kita tidak bisa menunggu sistem berubah dengan sendirinya. Jika tak diberi ruang, maka kita harus menciptakannya,” katanya.

Sebuah Pesan: Jangan Pernah Berhenti

Audiensi itu diakhiri dengan pesan kuat dari Mahfud. Bukan sekadar janji politik, melainkan dorongan moral yang menggugah.

“Jangan pernah berhenti berkarya. Karya kalian membentuk masa depan bangsa. Jika hari ini belum diakui, bukan berarti perjuangan sia-sia. Kami akan berdiri bersama kalian,” ucapnya.

Para guru PAUD pulang bukan dengan tunjangan, bukan pula dengan sertifikat. Tapi mereka pulang dengan satu keyakinan: suara mereka akhirnya didengar.

Suara yang dulu hanya berdengung di ruang kelas kecil, kini mulai menggema di gedung rakyat.

Dan seperti yang mereka buktikan selama ini—mereka tak pernah menyerah.*

Tidak ada komentar