Orasi Kebangsaan Gus Ali Mahrus Menggema di Jrengik: Ansor Harus Bergerak, Bukan Sekadar Duduk

 

Sekertaris PC GP Ansor Kabupaten Sampang  Gus Ali saat orasi kebangsaan pada acara pelantikan raya Ansor Jrengik (Foto: Doc/AnsorJrengik)

SastraNusa.id, Sampang - Pelantikan Raya Gerakan Pemuda Ansor se-Kecamatan Jrengik menjadi panggung kebangkitan semangat juang kader muda Nahdlatul Ulama. Dalam acara yang digelar di Pondok Pesantren Nuha, Desa Majengan, Gus Ali Mahrus, Sekretaris Pimpinan Cabang GP Ansor Kabupaten Sampang, menyampaikan orasi kebangsaan yang membekas dan menggetarkan jiwa para kader.

Dengan gaya khas yang lugas dan bernas, Gus Ali membuka orasinya dengan menyentil dinamika geografis dan progres organisasi di wilayah Jrengik. Ia menyebut pelantikan Jrengik sebagai yang terakhir di antara kecamatan-kecamatan lain, namun menyimpan semangat luar biasa.

“Pelantikan Ansor Jrengik menjadi yang paling akhir, karena masa aktifnya berbeda. Tapi justru ketika Sampang sudah hijau, Jrengik yang dulu masih kuning kini makin jaya. Ini pertanda bahwa semangat tidak diukur dari urutan, tapi dari kesungguhan,” ujarnya lantang disambut tepuk tangan dan sorak para kader.

Dua Penyakit Organisasi: Banyak Bicara dan Sedikit Mendengar

Dalam pidato yang berlangsung lebih dari 20 menit itu, Gus Ali menekankan dua hal penting yang menjadi penyakit laten dalam organisasi pemuda: terlalu banyak bicara dan terlalu sedikit mendengar.

“Biasanya yang paling banyak bicara justru yang paling sulit bergerak,” katanya tegas.

Menurutnya, kader Ansor harus menjauhi gaya kosong yang gemar wacana namun minim aksi. Sebab, gerakan pemuda membutuhkan pergerakan, bukan hanya pernyataan.

Ia juga mengingatkan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang sanggup membuka telinga, menerima masukan, dan tidak merasa paling tahu.

“Jangan merasa paling benar, paling pintar, atau merasa paling ketua. Kader Ansor harus siap dikritik dan mau belajar dari siapa pun,” imbuhnya.

Sebagai kunci membangun solidaritas dan energi organisasi, Gus Ali menyebutkan satu istilah yang akrab di telinga para kader: ngopi.

“Ngopi itu bukan sekadar minum kopi. Tapi ruang diskusi, tempat silaturahim, wadah menyatukan pikiran. Di situlah strategi-strategi besar organisasi kerap lahir,” jelasnya.

Satu Kader, Satu Gerakan

Gus Ali kemudian menyampaikan filosofi kepemimpinan yang menggugah: setiap kader memiliki tanggung jawab penuh dalam gerakan. Tidak ada yang pasif. Tidak ada yang sekadar numpang nama.

“Kalau ada yang bertanya, berapa jumlah kader Ansor di Jrengik? Maka jawabannya: satu. Karena setiap kader harus mewakili gerakan itu sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa semangat itu harus terus dijaga. Sebab, seperti lumut yang hanya tumbuh di air tenang, kader yang diam dan stagnan hanya akan melemahkan gerakan.

“Kita bukan lumut. Kita batu yang menggelinding. Bergerak terus. Karena kader Ansor tidak ditakdirkan untuk diam,” tegasnya.

Kepemimpinan Adalah Keteladanan

Mengutip ungkapan hikmah klasik, Gus Ali menyampaikan bahwa kepemimpinan tanpa keteladanan hanya akan melahirkan kegagalan. Seorang pemimpin, katanya, tak boleh sekadar memberi perintah, tetapi harus menjadi teladan.

“Kepatuhan tak lahir dari perintah, melainkan dari keteladanan. Jika pemimpin tak memberi contoh, jangan menuntut kesetiaan. Wal amru bi ghairi fi’l fala tansib jawabahu huwa lahu,” kutipnya.

Ia juga mengajak seluruh jajaran yang baru dilantik untuk tidak terjebak pada formalitas jabatan. Menurutnya, jaket Ansor bukan untuk bergaya, tetapi untuk bergerak dan mengabdi.

“Jangan pernah berpikir bahwa Ansor atau Banser butuh kita. Justru kitalah yang butuh berada di dalam gerakan ini,” pesannya.

NU Sebagai Pohon Raksasa yang Meneduhkan

Menjelang penutupan orasi, Gus Ali melukiskan Nahdlatul Ulama sebagai pohon beringin raksasa yang berdiri kokoh di tengah Nusantara. Dengan cabang dan ranting yang besar—seperti Fatayat, Muslimat, dan GP Ansor—pohon ini menjadi tempat berteduh bagi semua elemen bangsa.

“NU itu rumah besar. Siapa pun boleh berteduh. Tapi hanya mereka yang setia berkhidmat yang boleh ikut menyiram dan menjaga akarnya,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa kader Ansor harus tetap membawa semangat juang dengan adab dan prinsip yang kokoh.

“Ansor itu boleh terlihat barbar, tapi dia berakhlak. Ansor boleh keras, tapi dia punya prinsip,” serunya penuh keyakinan.

Bergerak atau Tertinggal

Di akhir orasinya, Gus Ali Mahrus menyampaikan ucapan selamat kepada para pimpinan baru GP Ansor Jrengik. Ia mendoakan agar pelantikan ini menjadi titik awal konsolidasi gerakan pemuda NU di tingkat akar rumput.

“Selamat berkhidmat, selamat berjuang. Bergerak jangan diam. Karena hanya yang bergerak yang akan mengubah keadaan,” pungkasnya.*

Tidak ada komentar