Hipnotisme Bahasa, Seni Menaklukkan Lawan Bicara

Hipnotisme Bahasa, Seni Menaklukkan Lawan Bicara
Hipnotisme Bahasa, Seni Menaklukkan Lawan Bicara (Ilustrasi) 

SastraNusa.id - Ada banyak orang yang pandai berbicara, namun tidak semua mampu memengaruhi lawan bicaranya. Dalam percakapan, komunikasi bukan hanya kata yang paling penting. Tetapi, penyampaian yang mampu mengubah sudut pandang seseorang itulah yang utama. Maka khusus kali ini, SastraNusa.id akan mengulas seni berbicara memainkan peran besar. Katakanlah trik mempengaruhi lawan ngobrol atau yang bisa disebut hipnotisme bahasa.

Sebelum membahas hipnotisme bahasa, ada yang perlu kamu ketahui, yakni dunia komunikasi tidak hanya tentang logika. Kebanyakan manusia hipnotisme juga mementingkan emosi dalam mempengaruhi lawan bicara. Contohnya begini, seseorang lebih mudah menerima gagasan ketika merasa dihargai, dimengerti, dan dipahami. Dari ini tentu bisa sedikit dimengerti, bahwa mengubah pikiran seseorang bukan berarti menaklukkan, melainkan mengajak menuju pemahaman yang baru.

Sahabat SastraNusa.id harus menggarisbawahi, yaitu, seni memengaruhi bukan tentang membungkam lawan bicara, tetapi menggiringnya pada pemikiran yang lebih luas. Maka berbicara dengan menciptakan kesadaran bersama. Artinya, bukan hanya sekadar menang seperti dalam debat, gitu!

Baiklah sahabat SastraNusa.id, agar tidak kebanyakan ngelantur. Mari simak seperti apa gambaran kecil Seni mempengaruhi lawan bicara menurut konsep mini hipnotisme bahasa.

Mengenal Kekuatan Pendekatan Personal

Tak bisa dipungkiri, setiap orang memiliki keunikan berbeda-beda dalam menanggapi informasi. Maka itu, pendekatan yang cocok untuk satu orang, belum tentu bekerja pada orang lain. Oleh sebab itu, memahami latar belakang, minat, hingga nilai-nilai pribadi lawan bicara menjadi kunci penting sebelum mulai berbicara lebih jauh.

Jika dikenal lebih jauh, berbicara mempengaruhi bukan soal manipulasi. Tetapi justru sebaliknya, yaitu, pendekatan yang personal membangun kepercayaan, menciptakan ruang aman, dan menjadikan komunikasi berjalan dua arah. Kasarannya begini, Seseorang yang merasa diperhatikan cenderung lebih terbuka terhadap gagasan baru yang ditawarkan.

Tentu dalam banyak kasus, keberhasilan memengaruhi datang bukan dari apa yang dikatakan, tapi dari bagaimana seseorang menunjukkan empati. Jadi semacam mendengarkan secara aktif, merespons dengan tulus, tidak tergesa-gesa menyela, dan membuat lawan bicara merasa dianggap penting itu memberikan energi positif sebelum kita masuk lalu mengajak berpikir luas.

Pilihan Kata Menentukan Dampak

Percaya tidak percaya sih, tapi kebanyakan, kata-kata memiliki kekuatan untuk menyentuh, mengubah bahkan menyembuhkan. Apalagi diksi-diksi yang dipilih tepat, tentu bisa membangun suasana hangat dalam percakapan. Sebaliknya, kata yang salah justru bisa merusak hubungan dan menutup peluang komunikasi lebih lanjut.

Artinya, Ketika ingin memengaruhi, penting menggunakan kalimat yang positif alias tidak menggurui dan tidak menyudutkan. Maka menggunakan kalimat ajakan seperti “bagaimana kalau kita pertimbangkan sudut pandang lain” lebih mudah diterima dibanding “pendapatmu jelas keliru”.

Kemudian penting juga menghindari konfrontasi langsung dalam menyampaikan ketidaksetujuan. Maka menggunakan kalimat alternatif yang mengandung empati atau humor ringan, tentu bisa menjadi jembatan untuk membuka ruang diskusi yang lebih luas tanpa membuat lawan bicara merasa diserang.

Bahasa Tubuh Lebih Nyaring dari Kata

Selain mengandalkan kata-kata, sebenarnya komunikasi non-verbal justru menyampaikan pesan lebih kuat loh. Contoh tatapan mata, gestur tangan, hingga posisi duduk, semuanya memberikan sinyal yang bisa memengaruhi suasana percakapan. Hal itu kalau di kacamata teater termasuk bahasa tubuh.

Coba bayangkan seseorang yang menjaga kontak mata dengan tulus, menunjukkan sikap terbuka dengan tubuh yang tidak tertutup, dan memberi anggukan kecil saat lawan bicara menyampaikan pendapat. Tentu kejadian ini akan terlihat meyakinkan dan bersahabat bagi lawan ngobrol, bukan!

Nah demikian itu, bahasa tubuh yang sinkron dengan isi ucapan, tentu memperkuat pesan yang ingin disampaikan. Sebaliknya, ketika tubuh menunjukkan ketidaksabaran atau sikap tertutup, pesan verbal yang bagus pun bisa kehilangan daya pengaruhnya.

Pengaruh Didapat dari Konsistensi dan Kredibilitas

selain beberapa hal yang disebutkan di atas, tentu ada hal lain yang perlu diperhatikan juga. Apa itu? Jawabannya adalah konsisten.

Begini, seseorang yang konsisten dengan ucapannya akan lebih mudah dipercaya. Hal itu karena kredibilitas yang dibangun dari rekam jejak, cara berpikir, dan sikap sehari-hari. Pastinya, orang akan cenderung mempercayai seseorang yang tidak hanya pintar berkata-kata, tapi juga menunjukkan integritas dalam tindakannya.

Jadi tak jarang, tuturan orang konsisten itu selalu berkenaan dengan pesan bagus yang tidak dipercaya lantaran pembawanya dengan reputasi baik. Maka penting untuk menjaga konsistensi antara kata dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.  Artinya, sekali kepercayaan didapat, maka mempengaruhi akan lebih mudah. 

Selain itu juga jangan dilupakan, yaitu, orang yang dianggap punya keahlian atau pengalaman di bidang tertentu juga lebih mudah memengaruhi orang lain. Karena itu, memperkaya wawasan, memperluas sudut pandang, dan selalu belajar, bisa menjadi modal utama dalam memperkuat pengaruh dalam percakapan.

Timing dan Suasana Adalah Faktor Kunci

Kemudian selanjutnya, kamu jangan sampai melupakan suasana saat ngobrol. Kok gitu? Hal itu karena juga menjadi kunci sukses yang tidak boleh diabaikan. Jika hal ini tidak diperhatikan secara betul, maka sebuah kebenaran bisa terdengar menyesakkan bila disampaikan pada waktu yang salah. Suasana yang dimaksud sebenarnya berkenaan dengan kepekaan terhadap suasana hati lawan bicara, serta ketepatan waktu dalam menyampaikan pendapat atau gagasan.

Hem, jadi gambaran kecilnya begini! Saat seseorang sedang emosional, lapar, lelah, atau tergesa-gesa, percakapan penting sebaiknya ditunda. kok bisa gitu? Ya jelas donk, karena momen itu tidak pas.

Secara rahasia, momen yang tepat bisa membuat pesan sederhana terasa sangat berharga. Sementara waktu yang keliru hanya akan memicu perlawanan, meski gagasan yang dibawa cukup kuat.

Maka Kepekaan terhadap momen, juga termasuk dalam kesadaran membaca bahasa tubuh lawan bicara. Ketika terlihat gelisah atau tidak fokus, sebaiknya arahkan obrolan ke topik ringan terlebih dahulu sebelum masuk ke inti pembicaraan.

Baiklah sahabat SastraNusa.id, dari pembahasan diatas kita akan sedikit mengetahui bahwa seni memengaruhi lawan bicara bukan tentang siapa yang paling keras, tapi siapa yang paling peka. Orang akan lebih mudah menerima pesan ketika merasa dihargai, didengar, dan tidak dihakimi. Lalu pemilihan kata, bahasa tubuh, dan waktu penyampaian adalah unsur penting yang saling melengkapi.*

Tidak ada komentar untuk "Hipnotisme Bahasa, Seni Menaklukkan Lawan Bicara"