TERBARU

Apa yang Membuat Tradisi Rujakan Bertahan Hingga Sekarang?

Apa yang Membuat Tradisi Rujakan Bertahan Hingga Sekarang?
Apa yang Membuat Tradisi Rujakan Bertahan Hingga Sekarang? (Ilustrasi) 

SASTRANUSA - Tradisi rujakan sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Makanan berbahan buah segar yang dicampur dengan bumbu khas ini bukan hanya sekadar hidangan sederhana. Sejak masa lampau, rujakan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari maupun ritual adat. Dari generasi ke generasi, kebiasaan tersebut terus bertahan karena menyatu dengan budaya masyarakat.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki beragam buah tropis yang melimpah sepanjang tahun. Buah-buahan ini kemudian dipadukan dengan rempah-rempah lokal, menghasilkan cita rasa yang unik. Kombinasi itu menjadikan rujakan berbeda dengan makanan lain karena merepresentasikan kekayaan alam Nusantara. Warisan kuliner ini terus berkembang tanpa kehilangan ciri khasnya.

Dalam kajian antropologi, rujakan mencerminkan hubungan erat manusia dengan lingkungannya. Setiap daerah mengembangkan versi sendiri sesuai bahan lokal yang tersedia. Rujak Cingur di Jawa Timur, Rujak Kuah Pindang di Bali, hingga Rujak Serut di Jawa Barat adalah contoh keberagaman itu. Keragaman tersebut membuat rujakan semakin relevan bagi identitas budaya setiap daerah.

Filosofi yang Membuat Tradisi Rujakan Bermakna

Rujakan bertahan hingga sekarang karena mengandung filosofi yang kuat. Perpaduan rasa manis, pedas, asam, dan asin melambangkan keragaman kehidupan yang tidak selalu seragam. Nilai ini mengajarkan pentingnya menerima perbedaan demi mencapai harmoni. Dengan filosofi mendalam, rujakan menjadi lebih dari sekadar makanan rakyat.

Di Jawa, rujakan berhubungan erat dengan tradisi mitoni atau upacara tujuh bulanan kehamilan. Pada acara tersebut, dibuat rujak gobet tingkeban yang diyakini bisa memberi tanda jenis kelamin bayi. Jika terasa pedas dipercaya bayi laki-laki akan lahir, sedangkan rasa manis menandakan bayi perempuan. Kepercayaan ini menegaskan posisi rujakan dalam kehidupan spiritual masyarakat.

Makna simbolis tersebut membuat tradisi rujakan sulit tergantikan oleh kuliner modern. Masyarakat tidak hanya menikmati cita rasa, tetapi juga meresapi pesan filosofis di baliknya. Setiap sajian mengandung pengingat bahwa kehidupan penuh warna, sama seperti campuran buah dan bumbu dalam rujak. Nilai budaya inilah yang menjaga tradisi tetap hidup di tengah perubahan zaman.

Fungsi Sosial yang Memperkuat Keberlangsungan

Selain bermakna filosofis, rujakan juga bertahan karena fungsi sosialnya. Aktivitas “ngerujak” atau makan bersama kerap dijadikan momen mempererat hubungan keluarga dan komunitas. Masyarakat memaknai kebersamaan itu sebagai perekat sosial yang sederhana namun bermakna. Melalui rujakan, hubungan antarindividu menjadi lebih dekat.

Fenomena berkumpul sambil makan rujak masih sering ditemui hingga kini. Baik di desa maupun di kota, masyarakat menjadikan tradisi ini sarana kebersamaan tanpa memandang status sosial. Kesederhanaan rujakan justru menghadirkan suasana hangat yang inklusif. Karena itu, tradisi ini tetap dijaga meskipun pola makan masyarakat telah banyak berubah.

Dalam kajian sosiologi, kuliner yang mampu menyatukan masyarakat cenderung lebih lama bertahan. Rujakan memenuhi peran itu karena bisa dinikmati lintas usia dan generasi. Anak-anak, remaja, hingga orang tua dapat berkumpul sambil menyantapnya. Faktor sosial ini menjadi alasan kuat mengapa tradisi rujakan terus diwariskan hingga sekarang.

Faktor Ekonomi dan Ketersediaan Bahan

Keberlangsungan rujakan juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Bahan utama rujak, yakni buah-buahan dan rempah, sangat mudah ditemukan di pasar tradisional. Harga yang terjangkau membuat rujakan dapat dinikmati semua kalangan tanpa terkecuali. Karena itu, rujakan tetap populer sebagai kuliner rakyat.

Selain dinikmati secara pribadi, rujakan juga menjadi mata pencaharian bagi banyak pedagang kecil. Penjual rujak dapat ditemukan di berbagai sudut desa maupun kota dengan variasi menu sesuai selera. Usaha ini bukan hanya menopang ekonomi keluarga, tetapi juga menjaga tradisi tetap hidup. Perputaran ekonomi sederhana ini menjadikan rujakan semakin mengakar di masyarakat.

Dalam perspektif ekonomi budaya, kuliner yang murah dan mudah diakses lebih mudah bertahan. Rujakan memenuhi syarat itu, sekaligus mampu beradaptasi dengan selera modern. Kini, inovasi penyajian membuat rujakan hadir lebih variatif tanpa kehilangan akar tradisinya. Hal tersebut membuktikan fleksibilitas rujakan untuk tetap eksis di era sekarang.

Pengakuan Budaya dan Identitas Lokal

Tradisi rujakan juga bertahan berkat adanya pengakuan formal. Beberapa jenis rujak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh pemerintah, salah satunya Rujak Cingur pada tahun 2021. Pengakuan tersebut memberikan legitimasi sekaligus dorongan untuk melestarikan tradisi. Dengan status resmi, masyarakat lebih bersemangat mempertahankan warisan kuliner ini.

Pengakuan itu tidak sekadar simbol penghargaan, tetapi juga sarana menjaga identitas lokal. Masyarakat terdorong untuk melestarikan resep asli, teknik penyajian, hingga makna filosofisnya. Upaya ini memperkokoh posisi rujakan sebagai bagian penting dari kebudayaan nasional. Pada saat yang sama, identitas lokal juga semakin dihargai oleh masyarakat luas.

Setiap daerah memiliki kebanggaan tersendiri terhadap jenis rujak khasnya. Jawa Timur dengan Rujak Cingur, Bali dengan Rujak Kuah Pindang, hingga Jawa Barat dengan Rujak Serut. Variasi tersebut memperlihatkan betapa kayanya kuliner Nusantara. Keragaman itu menjadi alasan tambahan mengapa tradisi rujakan masih bertahan hingga sekarang.

ujakan Sebagai Tradisi Lintas Generasi

Berdasarkan kajian budaya, filosofi, sosial, ekonomi, dan identitas lokal, rujakan terbukti mampu bertahan hingga era modern. Tradisi ini tetap relevan karena tidak hanya sekadar makanan, melainkan juga simbol kebersamaan dan harmoni. Dengan makna yang begitu dalam, rujakan telah melewati ujian zaman. Inilah yang membuatnya tetap dicintai masyarakat Indonesia.

Melalui aktivitas bersama, rujakan terus diwariskan kepada generasi berikutnya. Kehangatan saat ngerujak menjadikan tradisi ini sebagai media perekat yang sederhana namun kuat. Di sisi lain, keberadaannya turut menggerakkan roda ekonomi rakyat. Kombinasi nilai sosial, budaya, dan ekonomi memperkuat keberlanjutannya.

Tradisi rujakan menunjukkan bahwa kuliner sederhana dapat memiliki makna yang mendalam. Warisan budaya ini harus terus dijaga agar tidak hilang ditelan arus globalisasi. Dengan dukungan pemerintah, komunitas, dan masyarakat, rujakan akan tetap bertahan sebagai simbol kuliner Nusantara. Maka, jawaban dari pertanyaan mengapa tradisi ini bertahan adalah karena rujakan menyatukan rasa, makna, dan identitas bangsa.

Penulis: Sdw